Archive for Juni, 2011

fer mentasi kakao

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. A.    Latar Belakang

Kakao (Theobroma cacao) merupakaan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Kakao merupakan tumbuhan tahunan (perennial) berbentuk pohon, di alam dapat mencapai ketinggian 10m. Meskipun demikian, dalam pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping yang meluas. Hal ini dilakukan untuk memperbanyak cabang produktif. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan utama yang diandalkan Perkembangan kakao cukup pesat, dimana menurut data Bali Membangun 2004, luas areal penanaman kakao pada tahun 2000 mencapai 6.564 ha dengan produksi 4.424.367 ton dan berkembang menjadi 8.764 ha pada tahun 2004 dengan produksi mencapai 6.123.869 ton (Anonimb, 2004). Hampir keseluruhan areal perkebunan kakao adalah perkebunan rakyat.

 

Namun, perkembangan produksi kakao di Indonesia,  seringkali tidak diikuti dengan perbaikan mutu biji kakao. Biji kakao dari perkebunan rakyat cenderung masih bermutu rendah. Rendahnya mutu biji kakao, terutama disebabkan oleh cara pengolahan yang kurang baik, seperti biji kakao tidak difermentasi atau proses fermentasi yang kurang baik.

 

Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao.  Proses ini tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk citarasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji (Widyotomo, dkk, 2004).  Fermentasi dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti fermentasi tumpukan, fermentasi dalam keranjang, dan fermentasi dalam kotak.  Pemilihan metodenya tergantung pada kemudahan penerapan dan memperoleh wadah fermentasi, serta ketersediaan tenaga kerja.

 

  1. B.     Rumusan Masalah

Maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Mengetahui pembuatan fermentasi kakao
  2. Langkah-langkah pembuatan fermentasi kakao

 

  1. C.    Tujuan

Penulisan Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :

  1. Memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca tentang
  2. Memberikan penjelasan tentang fermentasi kakao
  3. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang fermentasi kakao

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. A.    Proses Fermentasi Kakao

Tahapan pengolahan fermentasi kakao

1.     Buah hasil panen dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan.

2.     Biji dikumpulkan pada suatu wadah. Jenis wadah yang digunakan berupa

keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu. Pada umumnya,

dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi.

  1. Biji yang dimasukkan dalam kontainer tidak diisi secara penuh, sisakan 10

cm dari atas dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan biji dari kekeringan.

  1. 4.         Simpan kontainer di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp

       juices yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp).

  1. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi kotak dibalik

tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.

 

Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah.

 

 

 

 

Fermentasi biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu anaerob dan aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan di sekitar pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan yaitu etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.

 

Selama proses fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa yang berupa asam amino, peptida dan gula pereduksi akan membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-enzimatis) selama penyangraian (Anonimd, 2009).

 

  1. B.     Pasca Fermentasi

Selanjutnya biji kakao dikeringkan untuk menghentikan proses fermentasi. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi 7 – 8 % (setimbang dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh sehingga penanganan dn pengolahan lanjutan menjadi lebih sulit. Kadar air lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dapat dilakukan secara tradisional menggunakan sinar matahari selama 14 hari, sedangkan dengan oven pengeringan selama 2 – 3 hari dengan temperature 45 – 600C.

 

Setelah pengeringan, biji kakao disortir dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 2100C selama 10 – 15 menit. Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard. 

  1. C.    Kondisi Saat Ini

Pada saat panen, petani kakao Indonesia memiliki kecenderungan untuk mengolah biji coklat tanpa fermentasi dengan cara merendam biji dalam air untuk membuang pulp dan dilanjutkan dengan proses penjemuran, setelah itu biji siap dijual tanpa memperhatikan kualitas. Langkah tersebut diambil petani untuk mendapatkan hasil penjualan yang cepat karena jika melalui fermentasi memerlukan waktu inkubasi sehingga petani harus menunggu untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan. Sedangkan fermentasi yang merupakan kunci penting untuk membentuk cita rasa pada cokelat. Dengan demikian, pengetahuan mengenai pentingnya fermentasi pada biji kakao perlu disebarluaskan pada petani.

 

Terdapat perbedaan harga jual yang cukup signifikan antara biji kakao fermentasi dan non fermentasi. Perbedaan itu berkisar antara Rp.5.000 – 6.000 per kg yang cukup memberikan keuntungan buat petani jika melakukan proses fermentasi terlebih dahulu (Anonime, 2009).  Bahkan saat ini Pemerintah sudah menghimbau beberapa pabrik pengolah kakao untuk membeli kakao fermentasi dengan harga optimal. Salah satunya Perusahaan di Tangerang telah bersedia menambahkan harga bagi biji kakao fermentasi sebesar 0,5% dari harga beli premium yang berpatok pada harga impor biji kakao (Anonima, 2009).

 

Harga kakao di pasaran dunia terus menunjukkan tren meningkat, menurut Dirjen Perkebunan Ir. Achmad Mangga Barani, MM di Jakarta. Per tanggal 26 November 2009 di bursa berjangka ICE Futures New York, harga kakao naik menjadi US$3.300 per ton dari US$3.200 per ton hari sebelumnya. Adapun di London, Inggris, harga kakao menjadi 2.175 poundsterling per ton. Sedangkan di Indonesia, harga kakao di Makasar telah menembus sekitar Rp.29.000 per kg, padahal minggu sebelumnya masih berkisar di Rp.25.000 per kg.

Adapun Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Prof.Dr.Ir. Zaenal Bachrudin, MSc menyebutkan proses fermentasi akan memberi nilai tambah dan menaikkan daya saing biji kakao Indonesia. Biji kakao yang bermutu rendah dikarenakan sebagian besar tercampur jamur dan kotoran. Sehingga memiliki citra kurang baik di pasar internasional maupun domestik. Hal ini karena proses pengeringan tak melalui fermentasi terlebih dahulu.

 

Pengolahan biji kakao dengan fermentasi sesungguhnya tidak mahal atau cost production yang relatif rendah, karena fermentasi dapat dilakukan secara tradisional dan tidak memerlukan treatment khusus, hanya memerlukan wadah fermentasi dari kayu, ruang penyimpanan, lahan untuk menjemur, dan mesin penyangrai.

 

  1. D.    Keuntungan  Kakao Fermentasi

Proses fermentasi kakao sebelum diekspor ini dinilai penting untuk meningkatkan daya saing kakao nasional. Juga untuk menjawab peluang tren kenaikan harga komoditas perkebunan andalan itu di pasar dunia. Kualitas kakao akan terpengaruh langsung, aroma dan warna biji kakao akan optimal. Selain itu, biji kakao fermentasi menjadi dapat dimanfaatkan mulai dari lemaknya, bungkil, dan pastanya. Sedangkan kakao non fermentasi hanya dapat diambil lemaknya saja.

 

Keadaan alam Indonesia merupakan potensi awal produksi kakao Indonesia, namun produksi yang optimal tidak bisa mengandalkan sumber daya saja, tapi dibutuhkan sumber daya manusia yang baik, kepedulian Pemerintah serta modal yang cukup. Produksi yang optimal bukan hanya dalam bentuk kuantitas namun juga kualitasnya. Mutu kakao harus ditingkatkan untuk mendapatkan kembali kepercayaan pasar dunia.

 

Kebijakan pengembangan kakao pada saat ini dan di masa depan harus diarahkan kepada upaya mewujudkan agroindustri kakao yang berdaya saing dan berkeadilan, sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi pelaku usahanya, khususnya petani secara berkelanjutan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. A.    Kesimpulan

 

Fermentasi yang sempurna menentukan citarasa biji kakao dan produk olahannya, termasuk juga karena buah yang masak dan sehat serta pengeringan yang baik. Fermentasi sempurna yang dimaksud adalah fermentasi selama 5 hari sesuai dengan penelitian Sime-Cadbury. Jika fermentasi yang dilakukan kurang atau tidak sempurna, selain citarasa khas cokelat tidak terbentuk, juga seringkali dihasilkan citarasa ikutan yang tidak dikehendaki, seperti rasa masam, pahit, kelat, sangit, dan rasa tanah (Atmawinata, O, dkk, 1998).

 

Fermentasi merupakan proses produksi suatu produk dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter (biang), karena pulp/daging kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat sudah dapat mengundang terbentuknya pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi.

 

Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa pahit, asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao dan kacang (nutty), dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah.

 

 

Fermentasi biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu anaerob dan aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan di sekitar pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan yaitu etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan membuat biji tidak berkecambah.

 

Selama proses fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa yang berupa asam amino, peptida dan gula pereduksi akan membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan non-enzimatis) selama penyangraian (Anonimd, 2009).

 

  1. A.    Saran

 

Salah satu tahapan penting dalam penanganan pascapanen kakao adalah proses fermentasi. Penanganan pascapanen kakao dimulai sejak pemetikan buah, fermentasi sampai pengeringan dan pengemasan. Proses fermentasi berlangsung secara alamiah selama beberapa hari. Tahapan ini sangat penting dilalui untuk mempersiapkan biji kakao basah menjadi biji kakao kering bermutu finggi dan layak dikonsumsi. Fermentasi biji kakao akan menumbuhkan citarasa, aroma dan warna, karena selama fermentasi terjadi perubahan fisik, kimiawi dan biologi di dalam biji kakao. Di dalam biji kakao akan terjadi penguraian senyawn polifenol, protein den gula oleh enzim. Penguraian senyawa-senyawa tersebut akan menghasilkan talon aroma, perbibikan rasa dan perubahan warna.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. http://adetiyapolije.wordpress.com/2008/04/08/fermentasi-biji-kakao/
  2. http://ditjenbun.deptan.go.id/bbp2tpsur/index.php?option=com_content&view=article&id=38:teknologi-fermentasi-untuk-meningkatkan-kualitas-biji-tanaman-kakao-indonesia&catid=6:iptek&Itemid=24
  3. http://otrad.multiply.com/journal/item/5
  4. http://id.wikipedia.org/wiki/Kakao

 

 

 

 

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Infeksi Saluran Kemih

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh, dan sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengeksresikan air yang dikeluarkan dalam bentuk urine apabila berlebih.(1) Diteruskan dengan ureter yang menyalurkan urine ke kandung kemih. Sejauh ini diketahui bahwa saluran kemih atau urine bebas dari mikroorganisme atau steril.(1)

Masuknya mikroorganisme kedalam saluran kemih dapat melalui :

– Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat infeksi terdekat (ascending)

– Hematogen

– Limfogen

Eksogen sebagai akibat pemakaian berupa kateter.(1)

Dua jalur utama terjadinya ISK adalah hematogen dan ascending, tetapi dari kedua cara ini ascendinglah yang paling sering terjadi.(1) Kuman penyebab ISK pada umumnya adalah kuman yang berasal dari flora normal usus. Dan hidup secara komensal di dalam introitus vagina, prepusium penis, kulit perineum, dan di sekitar anus. Mikroorganisme memasuki saluran kemih melalui uretra – prostate – vas deferens – testis (pada pria) buli-buli – ureter, dan sampai ke ginjal (Gambar 1).(2)

ambar 1. Masuknya kuman secara ascending ke dalam saluran kemih, (1) Kolonisasi kuman di sekitar uretra, (2) masuknya kuman melalui uretra ke buli-buli, (3) penempelan kuman pada dinding buli-buli, (4) masuknya kuman melalui ureter ke ginjal.(2)

Meskipun begitu,faktor-faktor yang berpengaruh pada ISK akut yang terjadi pada wanita tidak dapat ditemukan. Mikroorganisme yang paling sering ditemukan adalah jenis bakteri aerob. Selain bakteri aerob, ISK dapat disebabkan oleh virus dan jamur.(3) Terjadinya infeksi saluran kemih karena adanya gangguan keseimbangan antar mikroorganisme penyebab infeksi sebagai agent dan epitel saluran kemih sebagai host. Gangguan keseimbangan ini disebabkan oleh karena pertahanan tubuh dari host yang menurun atau karena virulensi agent meningkat. (2)

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah :

  1. pertahanan lokal dari host
  2. peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas kekebalan humoral maupun imunitas seluler. (2)

Gambar 2. Faktor predisposisi terjadinya ISK (1)

Bermacam-macam mikroorganisme dapat menyebabkan ISK. Penyebab terbanyak adalah Gram-negatif termasuk bakteri yang biasanya menghuni usus yang kemudian naik ke sistem saluran kemih. Dari gram-negatif Escherichia coli menduduki tempat teratas.(1) Sedangkan jenis gram-positif lebih jarang sebagai penyebab ISK sedangkan enterococcus dan staphylococcus aureus sering ditemukan pada pasien dengan batu saluran kemih.(1)

Gambar 3. Beberapa jenis mikroorganisme penyebab ISK (1)

Kuman Escherichia coli yang menyebabkan ISK mudah berkembang biak di dalam urine, disisi lain urine bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan spesies Escherichia coli. Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah mekanisme wash-out urine, yaitu aliran urine yang mampu membersihkan kuman-kuman yang ada di dalam urine bila jumlah cukup. Oleh karena itu kebiasaan jarang minum menghasilkan urine yang tidak adekuat sehingga memudahkan untuk terjadinya infeksi saluran kemih. (2) ISK juga banyak terjadi melalui kateterisasi yang terjadi di rumah sakit. Berikut data dari infeksi nosokomial terbanyak yang terjadi di rumah sakit

 

 

Gambar 3. infeksi nosokomial yang paling sering terjadi (4)

Gejala klinis ISK sesuai dengan bagian saluran kemih yang terinfeksi sebagai berikut :

pada ISK bagian bawah, keluhan pasien biasanya berupa rasa sakit atau rasa panas di uretra sewaktu kencing dengan air kemih sedikit-sedikit serta rasa tidak enak di daerah suprapubik (1)

– Pada ISK bagian atas dapat ditemukan gejala sakit kepala, malaise, mual, muntah, demam, menggigil, rasa tidak enak, atau nyeri di pinggang.(1)

Obat Tepat Indikasi untuk Infeksi Saluran Kemih

Pada ISK yang tidak memberikan gejala klinis tidak perlu pemberian terapi, namun bila sudah terjadi keluhan harus segera dapat diberikan antibiotika.(5) Antibiotika yang diberikan berdasarkan atas kultur kuman dan test kepekaan antibiotika.(1)

Tujuan pengobatan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan jaringan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. (6)

Banyak obat-obat antimikroba sistemik diekskresikan dalam konsentrasi tinggi ke dalam urin. Karena itu dosis yang jauh dibawah dosis yang diperlukan untuk mendapatkan efek sistemik dapat menjadi dosis terapi bagi infeksi saluran kemih.(7)

Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan adanya bakteri di dalam urin. Indikasi yang paling penting dalam pengobatan dan pemilihan antibiotik yang tepat adalah mengetahui jenis bakteri apa yang menyebabkan ISK.(8) Biasanya yang paling sering menyebabkan ISK adalah bakteri gram negatif Escherichia coli. Selain itu diperlukan pemeriksaan penunjang pada ISK untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK sehingga mampu menganalisa penggunaan obat serta memilih obat yang tepat. (1)

Bermacam cara pengobatan yang dilakukan pada pasien ISK, antara lain :

– pengobatan dosis tunggal

– pengobatan jangka pendek (10-14 hari)

– pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)

– pengobatan profilaksis dosis rendah

– pengobatan supresif (1)

Berikut obat yang tepat untuk ISK :

Sulfonamide :

Sulfonamide dapat menghambat baik bakteri gram positif dan gram negatif. Secara struktur analog dengan asam p-amino benzoat (PABA).(7) Biasanya diberikan per oral, dapat dikombinasi dengan Trimethoprim, metabolisme terjadi di hati dan di ekskresi di ginjal. Sulfonamide digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih dan bisa terjadi resisten karena hasil mutasi yang menyebabkan produksi PABA berlebihan. (9)

Efek samping yang ditimbulkan hipersensitivitas (demam, rash, fotosensitivitas), gangguan pencernaan (nausea, vomiting, diare), Hematotoxicity (granulositopenia, (thrombositopenia, aplastik anemia) dan lain-lain. (9,10) Mempunyai 3 jenis berdasarkan waktu paruhnya :

Short acting

Intermediate acting

Long acting (9)

Trimethoprim :

Mencegah sintesis THFA, dan pada tahap selanjutnya dengan menghambat enzim dihydrofolate reductase yang mencegah pembentukan tetrahydro dalam bentuk aktif dari folic acid. Diberikan per oral atau intravena, di diabsorpsi dengan baik dari usus dan ekskresi dalam urine, aktif melawan bakteri gram negatif kecuali Pseudomonas spp. Biasanya untuk pengobatan utama infeksi saluran kemih. Trimethoprim dapat diberikan tunggal (100 mg setiap 12 jam) pada infeksi saluran kemih akut (7,11)

Efek samping : megaloblastik anemia, leukopenia, granulocytopenia. (9)

Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX):

Jika kedua obat ini dikombinasikan, maka akan menghambat sintesis folat, mencegah resistensi, dan bekerja secara sinergis. Sangat bagus untuk mengobati infeksi pada saluran kemih, pernafasan, telinga dan infeksi sinus yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan Moraxella catarrhalis. (7,9,10) Karena Trimethoprim lebih bersifat larut dalam lipid daripada Sulfamethoxazole, maka Trimethoprim memiliki volume distribusi yang lebih besar dibandingkan dengan Sulfamethoxazole. Dua tablet ukuran biasa (Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg) yang diberikan setiap 12 jam dapat efektif pada infeksi berulang pada saluran kemih bagian atas atau bawah. (7) Dua tablet per hari mungkin cukup untuk menekan dalam waktu lama infeksi saluran kemih yang kronik, dan separuh tablet biasa diberikan 3 kali seminggu untuk berbulan-bulan sebagai pencegahan infeksi saluran kemih yang berulang-ulang pada beberapa wanita. (7)

Efek samping : pada pasien AIDS yang diberi TMP-SMX dapat menyebabkan demam, kemerahan, leukopenia dan diare.(9)

Fluoroquinolones :

Mekanisme kerjanya adalah memblok sintesis DNA bakteri dengan menghambat topoisomerase II (DNA gyrase) topoisomerase IV. Penghambatan DNA gyrase mencegah relaksasi supercoiled DNA yang diperlukan dalam transkripsi dan replikasi normal. (9) Fluoroquinolon menghambat bakteri batang gram negatif termasuk enterobacteriaceae, Pseudomonas, Neisseria. Setelah pemberian per oral, Fluoroquinolon diabsorpsi dengan baik dan didistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan, walaupun dalam kadar yang berbeda-beda. (7) Fluoroquinolon terutama diekskresikan di ginjal dengan sekresi tubulus dan dengan filtrasi glomerulus. Pada insufisiensi ginjal, dapat terjadi akumulasi obat. (7)

Efek samping yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare. Fluoroquinolon dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan sebaiknya tidak diberikan pada pasien di bawah umur 18 tahun. (7)

– Norfloxacin :

Merupakan generasi pertama dari fluoroquinolones dari nalidixic acid, sangat baik untuk infeksi saluran kemih. (9)

– Ciprofloxacin :

Merupakan generasi kedua dari fluoroquinolones, mempunyai efek yang bagus dalam melawan bakteri gram negatif dan juga melawan gonococcus, mykobacteria, termasuk Mycoplasma pneumoniae. (9)

– Levofloxacin

Merupakan generasi ketiga dari fluoroquinolones. Hampir sama baiknya dengan generasi kedua tetapi lebih baik untuk bakteri gram positif. (9)

Nitrofurantoin :

Bersifat bakteriostatik dan bakterisid untuk banyak bakteri gram positif dan gram negatif. Nitrofurantoin diabsorpsi dengan baik setelah ditelan tetapi dengan cepat di metabolisasi dan diekskresikan dengan cepat sehingga tidak memungkinkan kerja antibakteri sistemik.(12) Obat ini diekskresikan di dalam ginjal. Dosis harian rata-rata untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 50 sampai 100 mg, 4 kali sehari dalam 7 hari setelah makan. (7)

Efek samping : anoreksia, mual, muntah merupakan efek samping utama. Neuropati dan anemia hemolitik terjadi pada individu dengan defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase.(7)

Obat tepat digunakan untuk pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal

Ginjal merupakan organ yang sangat berperan dalam eliminasi berbagai obat sehingga gangguan yang terjadi pada fungsi ginjal akan menyebabkan gangguan eliminasi dan mempermudah terjadinya akumulasi dan intoksikasi obat. (1)

Faktor penting dalam pemberian obat dengan kelainan fungsi ginjal adalah menentukan dosis obat agar dosis terapeutik dicapai dan menghindari terjadinya efek toksik. (13) Pada gagal ginjal, farmakokinetik dan farmakodinamik obat akan terganggu sehingga diperlukan penyesuaian dosis obat yang efektif dan aman bagi tubuh. Bagi pasien gagal ginjal yang menjalani dialisis, beberapa obat dapat mudah terdialisis, sehingga diperlukan dosis obat yang lebih tinggi untuk mencapai dosis terapeutik.(1) Gagal ginjal akan menurunkan absorpsi dan menganggu kerja obat yang diberikan secara oral oleh karena waktu pengosongan lambung yang memanjang, perubahan PH lambung, berkurangnya absorpsi usus dan gangguan metabolisme di hati.(1) Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan berbagai upaya antara lain dengan mengganti cara pemberian, memberikan obat yang merangsang motilitas lambung dan menghindari pemberian bersama dengan obat yang menggangu absorpsi dan motilitas.(1)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian obat pada kelainan fungsi ginjal adalah :

– penyesuaian dosis obat agar tidak terjadi akumulasi dan intoksikasi obat

pemakaian obat yang bersifat nefrotoksik seperti aminoglikosida, Amphotericine B, Siklosporin. (1)

Bentuk dan dosis obat yang tepat untuk diberikan kepada pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal

Pada pasien ISK yang terinfeksi bakteri gram negatif Escherichia coli dengan kelainan fungsi ginjal adalah dengan mencari antibiotik yang tidak dimetabolisme di ginjal. Beberapa jurnal dan text book dikatakan penggunaan Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX) mempunyai resiko yang paling kecil dalam hal gangguan fungsi ginjal. Hanya saja penggunaanya memerlukan dosis yang lebih kecil dan waktu yang lebih lama. (9)

Pada ekskresi obat perlu diperhatikan fungsi ginjal, yang diikuti dengan penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), terutama obat yang diberi dengan jangka panjang harus selalu memperhitungkan fungsi ginjal pasien. Secara praktis dapat diukur dengan creatine clearance test.(1) LFG sangat berguna untuk menilai fungsi ginjal karena kreatinin merupakan zat yang secara prima difiltrasi dengan jumlah yang cuma sedikit akan tetap bervariasi terhadap bahan yang disekresi. (1)

Trimethoprim + Sulfamethoxazole (TMP-SMX) :

Dosis yang diberikan pada pasien ISK dengan kelainan fungsi ginjal haruslah lebih rendah. Pada pasien dengan creatine clearance 15 hingga 30 ml/menit, dosis yang diberikan adalah setengah dari dosis Trimethoprim 80 mg + Sulfamethoxazole 400 mg yang diberikan tiap 12 jam. (9) Cara pemberiannya dapat dilakukan secara oral maupun intravena. (7,9)

Penghitungan creatine clearance: TKK = (140 – umur) x berat badan

72 x kreatinin serum

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

  1. Tessy A, Ardaya, Suwanto. Infeksi Saluran Kemih. In: Suyono HS. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 3rd edition. Jakarta, FKUI. 2001.
  2. Purnomo BB: Dasar-Dasar Urologi 2nd Edition . Jakarta, Sagung Seto. 2003
  3. Hooton TM, Scholes D, Hughes JP, Winter C, Robert PL, stapleton AE, Stergachis A, Stamm WE. A Prospective Study of Risk Factor for Symtomatic Urinary Tract Infection in Young Women. N Engl J Med 1996; 335: 468-474.
  4. Burke JP. Infection Control- A Problem for Patient Safety. N Engl J Med 2008; 348: 651-656.
  5. Kennedy ES. Pregnancy,Urinary Tract infections. http://www.eMedicine.com. last updated 8 August 2007. accesed 22 February 2008.
  6. Stamm WE. An Epidemic of Urinary Tract Infections? N Engl J Med 2001; 345: 1055-1057.
  7. Jawetz E. Sulfonamid dan trimetoprim. In: Katzung BG (Ed): Farmakologi dasar dan klinik. Jakarta, EGC.2002.
  8. Hanno PM et al. Clinical manual of Urology 3rd edition. New york, Mcgraw-hill.2001.
  9. Trevor AJ, Katzung BG, Mastri SB. Katzung and Trevor’s Pharmacology Examination and Board Review 7th Edition. Newyork, Mcgrtaw-hill.2005.
  10. Katzung BG (Ed). Lange Medical Book. Basic and Clinical Pharmacology 9th Edition, Newyork, Mcgraw-hill.2001.
  11. Carruthers SG et al. Melmon and Morrelli’s Clinical Pharmacology 4th edition, Newyork, Mcgraw-hill.2000.
  12. Urinary Tract Infection. http://www.wikipedia.com. last updated on February 19 2008. accesed on February 22 2008.

 

PEMBAHASAN

 

Cholelithiasis

 

Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis).

Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.

Sinonimnya adalah batu empedu,gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

 

Anatomi

Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati.

Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.

Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

 

 

Fisiologi Saluran Empedu

Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum.

 

Gambar 3: Posisi anatomis dari vesica fellea dan organ sekitarnya.

Pengosongan Kandung Empedu

Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam – garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu.

b) Neurogen:

Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi

cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan

kontraksi dari kandung empedu.

Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan

mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung

empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.

Pengosongan empedu yang lambat akibat gangguan neurologis maupun hormonal

memegang peran penting dalam perkembangan inti batu.

Asam empedu berasal dari kolesterol. Asam empedu dari hati ada dua macam
yaitu : Asam Deoxycholat dan Asam Cholat.
Fungsi garam empedu adalah:

Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna lebih lanjut.

Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid, kolesterol dan vitamin

yang larut dalam lemak.

Garam empedu yang masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90 %) garam empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu akan terganggu.

b. Bilirubin

Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80% oleh glukuronide. Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.

Klasifikasi

Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di

golongkankan atas 3 (tiga) golongan, yaitu:

a) Batu kolesterol

Berbentuk oval, multifokal ataumulber r y dan mengandung lebih dari 70%

kolesterol.

b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)

Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung

kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama.

c) Batu pigmen hitam

Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan

kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.

Epidemiologi

Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% dan banyak menyerang orang dewasa dan usia lanjut. Angka kejadian di Indonesia di duga tidak berbeda jauh dengan angka di negara lain di Asia Tenggara dan sejak tahu 1980-an agaknya berkaitan erat dengan cara diagnosis dengan ultrasonografi.

Etiologi/Faktor Resiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain:

a. Jenis Kelamin

Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.

b. Usia

Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

c.berat badan

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.

d. Makanan

Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

e. Riwayat keluarga

Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar

dibandingn dengan tanpa riwayat keluarga.

f.Aktifitas fisik

Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

e. penyakit usus halus

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,

diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.

 

h. Nutrisi intravena jangka lama

Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

 

Manifestasi Klinis

Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi.

Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik

bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di

daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic.

Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut.

Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis.

Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal.

Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaanini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis.

Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata.

 

Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.

Avni Sali tahun 1984 membagi batu empedu berdasarkan komponen yang terbesar yang terkandung di dalamnya. Hal ini sesuai dengan pembagian dari Tetsuo Maki tahun 1995 sebagai berikut:

a) Batu kolesterol dimana paling sedikit 50 % adalah kolesterol. Ini bisa berupa

sebagai:

  • Ø Batu Kolesterol Murn
  • Ø Batu Kombinasi
  • Ø Batu Campuran (Mixed Stone)

b) Batu bilirubin dimana garam bilirubin kadarnya paling banyak, kadar

kolesterolnya paling banyak 25 %. Bisa berupa sebagai

  • Ø Batu Ca bilirubinat atau batu pigmen calcium
  • Ø Batu pigmen murni

c) Batu empedu lain yang jarang

Sebagian ahli lain membagi batu empedu menjadi:

  • Ø Batu Kolesterol
  • Ø Batu Campuran (Mixed Stone)
  • Ø Batu Pigmen
  • Ø .Batu Kolesterol

Pembentukan batu Kolesterol melalui tiga fase:

a. Fase Supersaturasi

Kolesterol, phospolipid (lecithin) dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol akan mengendap.

Kadar kolesterol akan relatif tinggi pada keadaan sebagai berikut;

Peradangan dinding kandung empedu, absorbsi air, garam empedu

dan lecithin jauh lebih banyak.

  • Ø Orang-orang gemuk dimana sekresi kolesterol lebih tinggi sehingga

terjadi supersaturasi.

  • Ø Diet tinggi kalori dan tinggi kolesterol (western diet).
  • Ø Pemakaian obat anti kolesterol sehingga mobilitas kolesterol jaringan

tinggi.

  • Ø Pool asam empedu dan sekresi asam empedu turun misalnya pada

gangguan ileum terminale akibat peradangan atau reseksi (gangguan

sirkulasi enterohepatik).

  • Ø Pemakaian tablet KB (estrogen) sekresi kolesterol meningkat dan kadar chenodeoxycholat rendah, padahal chenodeoxycholat efeknya melarutkan batu kolesterol dan menurunkan saturasi kolesterol. Penelitian lain menyatakan bahwa tablet KB pengaruhnya hanya sampai tiga tahun.

b. Fase Pembentukan inti batu

Inti batu yang terjadi pada fase II bisa homogen atau heterogen. Inti batu heterogen bisa berasal dari garam empedu, calcium bilirubinat atau sel-sel yang lepas pada peradangan. Inti batu yang homogen berasal dari kristal kolesterol sendiri yang menghadap karena perubahan rasio dengan asam empedu.

c. Fase Pertumbuhan batu menjadi besar

Untuk menjadi batu, inti batu yang sudah terbentuk harus cukup waktu untuk bisa berkembang menjadi besar. Pada keadaan normal dimana kontraksi kandung empedu cukup kuat dan sirkulasi empedu normal, inti batu yang sudah terbentuk akan dipompa keluar ke dalam usus halus. Bila konstruksi kandung empedu lemah, kristal kolesterol yang terjadi akibat supersaturasi akan melekat pada inti batu tersebut. Hal ini mudah terjadi pada penderita Diabetes Mellitus, kehamilan, pada pemberian total parental nutrisi yang lama, setelah operasi trunkal vagotomi, karena pada keadaan tersebut kontraksi kandung empedu kurang baik. Sekresi mucus yang berlebihan dari mukosa kandung empedu akan mengikat kristal kolesterol dan sukar dipompa keluar.

BATU PIGMEN / BATU BILIRUBIN

Batu bilirubin dibagi menjadi dua kelompok:

a. Batu Calcium bilirubinat (batu infeksi).

b. Batu pigmen murni (batu non infeksi).

Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase:

a. Saturasi bilirubin

Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim b glukuronidase yang dihasilkan oleh Escherichia Coli. Pada keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja glukuronidase.

b. Pembentukan inti batu

Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam calcium dan sel bisa juga oleh bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

Patofisiologi Umum

Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50%kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan

berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:

a. Asimtomatik

b. Obstruksi duktus sistikus

c. Kolik bilier

d. Kolesistitis akut

  • Ø Empiema
  • Ø Perikolesistitis
  • Ø Perforasi

e. Kolesistitis kronis

  • Ø Hidrop kandung empedu
  • Ø Empiema kandung empedu
  • Ø Fistel kolesistoenterik
  • Ø Ileus batu empedu (gallstone ileus)

Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodena.

ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis

generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.

Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.

Diagnosis

Anamnesis

Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba.

Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.

PEMERIKSAAN FISIK

  • Ø Batu kandung empedu

Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,

seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.

  • Ø Batu saluran empedu

Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.

B.pemeriksaan radiologi

Foto polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas

karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

 

 

 

Ultrasonografi [usg]

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung  empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.

  • Ø Kolesistografi

Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.

PENATALAKSANAAN

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaak antara lain:

a) Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

b) Kolesistektomi laparaskopi

Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

 

GAMBAR:tindakan kolesistektomi

 

 

 

 

Kolesistotomi

Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.

Terapi

Ranitidin

  • Ø Komposisi: Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50

mg/ml injeksi.

  • Ø Indikasi: Ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap

simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung (Dalam kasus

kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik).

  • Ø Perhatian: Pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma

lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.

  • Buscopan (analgetik /anti nyeri)
  • Ø Komposisi: Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi.
  • Ø Indikasi: Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih

wanita.

  • Ø Kontraindikasi: Glaukoma hipertrofiprostat.
  • Buscopan Plus
  • Ø Komposisi: Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.
  • Ø Indikasi: Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik

pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.

  • NaCl
  • Ø NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida yang dimana

kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam

plasma tubuh.

  • Ø NaCl 3 % berisi Sodium Clorida/Natrium Clorida tetapi kandungan

osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma    tubuhpemeriksaan diagnosticdarah lengkap: Leukositosis sedang (akut). Bilirubin dan amilase serum: M eningkat. Enzim hati serum-AST (SGOT): ALT (SGPT); LDH; agak meningkat alkaline fosfat dan 5-nukletiase; Di tandai obstruksi bilier. Kadar protrombin:Menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbsi vitamin K. Ultrasound: Menyatakan kalkuli, dan distensi kandung empedu dan/atau ductus empedu (sering merupakan prosedur diagnostik awal). Kolangeopankreatografi retrograd endeskopik:

Memperlihatkan percabangan bilier dengan kanualasi duktus koledukus melalui deudenum. Kolangiografi transhepatik perkutaneus: Pembedaan gambaran dengan flouroskopi anatara penyakit kantung empedu dan kanker pankreas ( bila ekterik ada ). Kolesistogram (untuk kolositisis kronis): Menyatakan batu pada sistem empedu. Catatan: kontraindikasi pada kolesititis karena pasien terlalu lemah untuk menelan zat lewat mulut. Skan CT: Dapat menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu, dan membedakan anatara ikterik obstruksi/non obstruksi. Skan hati (dengan zat radioaktif): Menunjukan obstruksi percabangan bilier Foto abdomen (multiposisi): Menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi) batu empedu, kalsifikasi dinding atau pembesaran kandung empedu. Foto dada: Menunjukan pernapasan yang menyebabkan penyebaran nyeri.

 

B. Analisa Data

Analisis meliputi pemeriksaan temuan pengkajian, pengelompokan temuan yang berhubungan, dan membandingkan temuan terhadap parameter normal yang dibuat. Kemudian, untuk membuat diagnose keperawatan manjadi akurat adalah identifikasi masalah yang memfokuskan perhatian pada respon fisik atau perilaku saat ini atau beresiko tinggi yang mempengaruhi kualitas hasrat hidup klien atau pada apa yang menjadi kebiasaan (Doenges, 2001).

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan menunjukkan masalah keperawatan/masalah klien, orang terdekat, dan atau perawat yang memerlukan intervensi keperawatan dan penatalaksanaan (Doenges, 2001:14).

The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) telah menerima definisi kerja dari diagnose keperawatan, yaitu: penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah-masalah kesehatan/proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnose keperawatan memberikan dasar terhadap pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil dimana perawat dapat bertanggung gugat.

Diagnosa keperawatan dari ASKEP kolelitiasis, diantaranya:

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme

duktus, proses inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan penghisapan gaster berlebihan, muntah, distensi, dan hipermotilitas gaster; pembatasan masukan secara medic; gangguan proses pembekuan.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, dyspepsia, nyeri, gangguan pencernaan lemak sehubungan dengan obstruksi aliran empedu.

 

 

 

 

DAFTAR PUATAKA

 

1.Mansjoer, A. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI. 2008

2.Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip ilmu bedah (principles of

surgery). Edisi 6. Jakarta: EGC. 2008

3.Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2008

 

.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Pengolahan Buah Kakao

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1. Latar Belakang

 

Kakao (Theobroma cacao) merupakan tumbuhan berwujud pohon yang berasal dari Amerika Selatan. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat. Untuk meningkatkan nilai tambah kakao sekaligus meningkatkan pendapatan petani kakao, dilakukan beberapa strategi penelitian pasca panen. Tahap pertama adalah penelitian untuk menyiapkan sarana dan teknologi pengolahan produk primer secara kolektif (kelompok) sehingga dihasilkan peningkatan mutu biji kakao; dan tahap kedua adalah penelitian lanjutan untuk mengembangkan produk sekunder kakao sehingga dapat memberikan nilai tambah lebih besar bagi petani. Produk olahan dari biji kakao yang bisa dihasilkan antara lain, bubuk cokelat. Produk ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika.

 

Bubuk cokelat atau cocoa powder diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk/tepung dari biji-bijian lain karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 34ºC, lemak menjadi tidak stabil menyebabkan bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump) (Mulato et al., 2002).

 

1.2 Tujuan Kegunaan

 

Penelitian ini bertujauan untuk mengetahui bagaimana cara Pengolahan Buah Coklat Menjadi

Bubuk Cokelat (Cocoa Powder)

Hasil penelitian ini diharapkan diperolehnya cara yang efektif dan efisien dalam pengolahan buah coklat menjadi Bubuk Cokelat (Cocoa Powder).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II.

 TINJAUAN PUSTAKA

1. Sistematik Tanaman Kakao

Sistematik untuk tanaman kakao menurut Chessman (1994, dalam Suharjo dan Butar-butar, 1979) adalah :

Divisio                         :   Spermathophyta

Classis                         :   Dicotyedoneae

Ordo                                        :   Malvales

Familia                                    :   Sterculiaceae

Genus                          :   Theobroma

Species                                    :   Cacao

 

Tanaman kakao digolongkan ke dalam dua jenis :

1.  Criollo

a.   Criollo Amerika Tengah

b.   Criollo Amerika Selatan

Criollo adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kakao kering, biasa dikenal sebagai fine flovour cacao, chosen cacao, edel cacao atau kakao murni.

Criollo Amerika Tengah dan Criollo Amerika Selatan mempunyai ciri utama yang sama yaitu :

–     Tongkol berwarna hijau atau merah.

–     Kulit berbintik-bintik kasar, tipis dan lunak.

–     Biji bulat telur dengan kotiledon berwarna putih waktu basah.

2. Forestero.

a. Amazonia Forestero.

b. Trinitario (hibrid dengan Forestero).

Amazonia Forestero adalah tipe tanaman kakao yang menghasilkan biji kering, biasanya dikenal dengan bulk cacao atau ordinary cacao.

Ciri-ciri utama boah kakao tipe Amazoniz Forestero ialah :

–     Tongkol warna hijau

–     Kulit tebal

–    Biji gepeng dengan kotiledon berwarna ungu pada waktu basah

Trinitario adalah tipe tanaman kakao hibrid hasil persilangan secara alami antara Criollo dengan Forestero, karena itu tipe kakao ini sangat heterogen. Ada yang menghasilkan biji kering yang termasuk edel cacao dan ada yang termasuk bulk cacao.

Ciri-ciri utama kakao tipe trinitario adalah merupakan  intermedinate dari criollo dan forestero dengan bentuk tongkol bermacam-macam, antara lain :

– Tongkol berwarna hijau dan merah.

– Kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua.

 

 

2.  Morfologi Tanaman Kakao.

Tanaman kakao termasuk golongan tanaman tahunan yang tergolong dalam kelompok tanaman caulofloris, yaitu tanaman yang berbunga dan berbuah pada batang dan cabang. Tanaman ini pada garis besarnya dapat dibagi atas dua bagian, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang serta daun dan bagian generatif yang meliputi bunga dan buah (Siregar at al., 1989).

 

Akar.

Akar tanaman kakao mempunyai akar tunggang (Radik primaria). Pertumbuhannya dapat mencapai 8 meter kearah samping dan 15 meter kearah bawah. Kakao yang diperbanyak secara vegetatif pada awal pertumbuhannya tidak membentuk akar tunggang, melainkan akar-akar serabut yang banyak jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar jumlahnya. Setelah dewasa tanaman tersebut akan membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang. Pada kecambah yang telah berumur 1 – 2 minggu terdapat akar-akar cabang (Radik lateralis) yang merupakan tempat tumbuhnya akar-akar rambut (Fibrilla) dengan jumlah yang cukup banyak. Pada bagian ujung akar ini terdapat bulu akar yang dilindungi oleh tudung akar (Calyptra). Bulu akar inilah yang berfungsi menyerap larutan dan garam-garam tanah. Diameter bulu akar hanya 10 mikro dan panjang maksimum hanya 1 milimeter.

 

Batang

Diawal pertumbuhannya tanaman kakao yang diperbanyak dengan biji akan membentuk batang utama sebelum tumbuh cabang-cabang primer. Letak pertumbuhan cabang-cabang primer  disebut jorquette, dengan ketinggian yang ideal 1,2 – 1,5 meter dari permukaan tanah dan jorquette ini tidak terdapat pada kakao yang diperbanyak secara vegetatif.

Ditinjau dari segi pertumbuhannya, cabang-cabang pada tanaman kakao tumbuh kearah atas dan samping. Cabang yang tumbuh kearah atas disebut cabang Orthotrop dan cabang yang tumbuh kearah samping disebut dengan Plagiotrop. Dari batang dan kedua jenis cabang tersebut sering ditumbuhi tunas-tunas air (Chupon) yang banyak menyerap energi, sehingga bila dibiarkan tumbuh akan mengurangi pembungaan dan pembuahan (Siregar et al., 1989).

 

Bunga

Bunga kakao tergolong bunga sempurna, terdiri atas daun kelopak (Calyx) sebanyak 5 helai dan benang sari ( Androecium) berjumlah 10 helai. Diameter bunga 1,5 centimeter. Bunga disangga oleh tangkai bunga yang panjangnya 2 – 4 centimeter (Siregar et al., 1989).

Pembungaan kakao bersifat cauliflora dan ramiflora, artinya bunga-bunga dan buah tumbuh melekat pada batang atau cabang, dimana bunganya terdapat hanya sampai cabang sekunder (Ginting, 1975).

Tanaman kakao dalam keadaan normal dapat menghasilkan bunga sebanyak 6000 – 10.000 pertahun tetapi hanya sekitar lima persen yang dapat menjadi buah (Siregar et al., 1989).

 

Buah

Buah kakao berupa buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit buah mempunyai sepuluh alur dan tebalnya 1 – 2 centimeter (Siregar et al., 1989).

Bentuk, ukuran dan warna buah kakao bermacam-macam serta panjangnya sekitar 10 – 30 centimeter, umumnya ada tiga macam warna buah kakau, yaitu hijau muda sampai hijau tua, waktu muda dan menjadi kuning setelah masak, warna merah serta campuran antara merah dan hijau. Buah ini akan masak 5 – 6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Buah muda yang ukurannya kurang dari 10 centimeter disebut cherelle (pentil). Buah ini sering sekali mengalami pengeringan (cherellewilt) sebagai gejala spesifik dari tanaman kakao. Gejala demikian disebut physiological effect thinning, yakni adanya proses fisiologis yang menyebabkan terhanbatnya penyaluran hara yang menunjang pertumbuhan buah muda. Gejala tersebut dapat juga dikarenakan adanya kompetisi energi antara vegetatif dan generatif atau karena adanya pengurangan hormon yang dibutuhkan untuk pertumbuhahn buah muda  (Siregar et al., 1989).

Biji kakao tidak mempunyai masa dormasi sehingga penyimpanan biji untuk benih dengan waktu yang agak lama tidak memungkinkan. Biji ini diselimuti oleh lapisan yang lunak dan manis rasanya, jika telah masak lapisan tersebut pulp atau micilage. Pulp ini dapat menghambat perkecambahan dan karenanya biji yang akan digunakan untuk menghindari dari kerusakan biji dimana jika pulp ini tidak dibuang maka didalam penyimpanan akan terjadi proses fermentasi sehingga dapat merukkan biji ( Suharjo dan Butar-butar, 1979).

 

3.  Syarat Tumbuh Tanaman Kakao.

1.  Tanah

Tanah merupakan komponen hidup dari tanaman yang sangat penting. Dalam kehidupan tanaman fungsi tanah yang utama adalah memberikan unsur hara, baik sebagai medium pertukaran maupun sebagai tempat memberikan air, juga sebagai tempat berpegang dan bertopang untuk tumbuh tegak bagi tanaman (Harjadi, 1986).

Tanaman kakao untuk tumbuhnya memerlukan kondisi tanah yang mempunyai kandungan bahan organ yang cukup, lapisan olah yang dalam untuk membantu pertumbuhan akar, sifat fisik yang baik seperti struktur tanah yang gembur juga sistem drainase yang baik. PH tanah yang ideal berkisar antara 6 – 7 (Suhardjo dan Butar-butar, 1979).

Menurut Situmorang ( 1973) tanah mempunyai hubungan erat dengan sistem perakaran tanaman kakao, karena perakaran tanaman kakao sangat dangkal dan hampir 80% dari akar tanaman kakao berada disekitar 15 cm dari permukaan tanah, sehingga untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik tanaman kakao menghendaki struktur tanah yang gembur agar perkembangan akar tidak terhambat. Selanjutnya Tjasadiharja (1980) berpendapat, perkembangan akar yang baik menentukan jumlah dan distribusi akar yang kemudian berfungsi sebagai organ penyerapan hara dari tanah.

Tanaman kakao menghendaki permukaan air tanah yang dalam. Permukaan air tanah yang dangkal menyebabkan dangkalnya perakaran sehingga tumbuhnya tanaman kurang kuat (Anonymous, 1988).

2.  Iklim.

Lingkungan yang alami bagi tanaman kakao adalah hutan tropis, dengan demikian curah hujan, suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya dan angin merupakan faktor pembatas penyebaran tanaman kakao (Siregar et al., 1989).

Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 600 meter diatas permukaan laut, dengan penyebaran meliputi 20˚ LU dan 20˚ LS. Daerah yang ideal untuk pertumbuhannya berkisar antara 10˚ LU dan 10˚ LS (Suyoto dan Djamin, 1983).

Tanaman kakao dalam pertumbuhan dan perkembangannya membutuhkan persediaan air yang cukup. Air ini diperoleh dari dalam tanah yang berasal dari air hujan atau air siraman. Curah hujan yang optimal untuk pertumbuhan tanaman kakao berkisar antara 1.500 – 2.000 mm setiap tahun, dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Curah hujan 1.354 mm/tahun dianggap cukup jika hujan merata sepanjang tahun dengan musim kering tidak lebih dari 3 bulan (Suyoto dan Djamin, 1983).

Siregar et al., (1989) menyatakan suhu yang ideal untuk pertumbuhan tanaman kakao adalah sekitar 25 – 27˚ C dengan fluktuasi suhu yang tidak terlalu besar. Rata-rata suhu minimum adalah 13 – 21˚ C dan rata-rata suhu maksimum adalah 30 – 32˚ C. Berdasarkan kesesuaian terhadap suhu tersebut maka tanaman kakao secara komersial sangat baik dikembangkan di daerah tropis.

Untuk terjaminnya keseimbangan metabolisme maka kelembaban yang dikehendaki tanaman kakao adalah 80% sesuai dengan iklim tropis (Sunaryono dan Arief Iswanto, 1985).

Wiradjo (1984) menyatakan pada penanaman tanaman kakao intensitas cahaya ternyata lebih penting artinya dalam mempengaruhi pertumbuhan kakao dari pada unsur hara dan air. Di samping pengaruh langsung terhadap potosintesis, intensitas cahaya juga berpengaruh terhadap proses trasparasi dan degrasi klorofil daun.

Selanjutnya menurut Suyoto dan Djamin (1983), intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman kakao berpengaruh terhadap pertumbuhan. Kebutuhan tanaman terhadap intensitas cahaya matahari bervariasi, tergantung pada fase pertumbuhan dan umur tanaman. Intensitas cahaya yang ideal bagi tanaman kakao adalah antara 50 – 70%.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4.  Pertumbuhan dan Perkembangan Bibit Kakao.

Bibit kakao sebagai bahan tanaman kakao dapat dibiakkan dengan biji, okulasi, cangkok dan stek, yang biasa digunakan adalah dengan biji, okulasi dan stek (Ginting, 1975).

Untuk mendapatkan bahan tanam yang sehat dan jagur benih yang digunakan sebaiknya digunakan dari pohon induk terpilih yang telah teruji kualitasnya. Biji yang digunakan untuk benih dari buah yang tua pada bagian tengah buah, yakni 2/3 bagian dari untaian biji. Biji bagian pangkal dan ujung tidak diikutsertakan sebagai bahan tanam (Siregar et al., 1989).

Pembibitan tanaman kakao umumnya dilakukan dalam kantong plastik (polybag). Sebelum dipindahkan ke dalam polybag terlebih dahulu biji-biji tersebut dikecambahkan dalam bedengan persemaian. Benih yang didederkan pada persemaian dalam keadaan tegak, dimana ujung biji tempat tumbuh radikula ditegakkan di sebelah bawah. Jika keadaan lingkungan mendukung pertumbuhan benih, maka benih tersebut akan berkecambah pada umur 4 – 5 hari setelah pedederan, tetapi biji yang belum berkecambah masih dapat dibiarkan selama 2 – 3 hari sebelum dibuang sebagai biji apkir bagi yang tidak tumbuh (Siregar et al., 1989).

Stadia kecambah yang baik untuk dipindahkan ke polybag adalah kecambah yang keping bijinya belum terbuka,  karena jika keping bijinya telah membuka berarti akar tunggang sudah panjang serta akar lateral telah bercabang-cabang. Hal ini akan menyulitkan pada saat pemindahan dan sering mengakibatkan akar tunggang menjadi bengkok, sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terhambat (Soeratno, 1980). Selanjutnya Siregar et al., (1989) menambahkan bahwa, agar bibit tidak rusak maka pencabutan bibit dari persemaian sebaiknya dengan menyertakan pasir bedengan.

Pemeliharaan pada pembibitan perlu dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan bibit yang sehat dan jagur, Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pemupukan, penyemprotan insektisida dan fungisida serta pengaturan naungan yang disesuaikan dengan umur bibit. Naungan dapat dijarangkan sebanyak 50% pada saat bibit berumur 2 – 2,5 bulan dan beransur-ansur dikurangi setelah bibit berumur 3 – 3,5 bulan.

Hal ini dilakukan untuk mengadaptasikan bibit agar dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lapangan. Bibit yang telah berumur 4 – 6 bulan dipembibitan siap untuk ditanam ke lapangan (Siregar et al., 1989).

 

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Permentasi Kakao

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

Untuk meningkatkan nilai tambah kakao sekaligus meningkatkan pendapatan petani kakao, dilakukan beberapa strategi penelitian pasca panen. Tahap pertama adalah penelitian untuk menyiapkan sarana dan teknologi pengolahan produk primer secara kolektif (kelompok) sehingga dihasilkan peningkatan mutu biji kakao; dan tahap kedua adalah penelitian lanjutan untuk mengembangkan produk sekunder kakao sehingga dapat memberikan nilai tambah lebih besar bagi petani. Produk olahan dari biji kakao yang bisa dihasilkan antara lain, bubuk cokelat. Produk ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika.

Pasta cokelat atau cocoa mass atau cocoa paste dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula padat menjadi bentuk cair atau semicair. Pasta cokelat dapat diproses lebih lanjut menjadi lemak dan bubuk cokelat yang merupakan bahan baku pembuatan produk makanan dan minuman cokelat .

Lemak cokelat atau cocoa fat atau cocoa butter merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada suhu di bawah titik bekunya. Lemak cokelat dikeluarkan dari pasta cokelat dengan cara dikempa atau dipres. Pasta kakao dimasukkan ke dalam alat kempa hidrolis yang memiliki dinding silinder yang diberi lubang-lubang sebagai penyaring. Cairan lemak akan keluar melewati lubang-lubang tersebut, sedangkan bungkil cokelat sebagai hasil sampingnya akan tertahan di dalam silinder.

Lemak cokelat mempunyai warna putih kekuningan dan berbau khas cokelat. Lemak cokelat mempunyai tingkat kekerasan yang berbeda pada suhu kamar, tergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Lemak cokelat dari Indonesia, khususnya Sulawesi memiliki tingkat kekerasan lebih tinggi bila dibandingkan lemak cokelat dari Afrika Barat; dan sifat ini sangat disukai oleh pabrik makanan cokelat karena produk menjadi tidak mudah meleleh saat didistribusikan ke konsumen (Mulato, et al., 2002).

Bubuk cokelat atau cocoa powder diperoleh melalui proses penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan. Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk/tepung dari biji-bijian lain karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan sehingga menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih rendah dari 34ºC, lemak menjadi tidak stabil menyebabkan bubuk menggumpal dan membentuk bongkahan (lump) (Mulato et al., 2002).

 

 

 

  1. A.    Proses fermentasi

 

Faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan fermentasi adalah wadah fermentasi, waktu, aerasi, pembalikan, aktivitas mikroba dan penguraian kandungan pulp. Penguraian kandungan pulp ditentukan dengan lamanya pemeraman buah kakao setelah dipetik.

 

  1. Fermentor (Wadah Fermentasi)

Wadah fermentasi yang baik digunakan yang terbuat dari papan kayu berbentuk kotak dilengkapi dengan lubang-lubang yang berfungsi sebagai tempat pengeluaran cairan dan aerasi. Jarak lubang biasanya 10-15 cm dengan diameter 1 cm. Ukuran kotak fermentasi berpengaruh pada peningkatan suhu dan dibuat sesuai dengan jumlah/volume kakao yang akan difermentasi (40, 200 atau 600 kg) dengan ketinggian tumpukan, tidak melebihi 42 cm.

 

  1. Waktu Fermentasi

Waktu fermentasi bervariasi sesuai dengan jenis kakao yang difermentasi. Waktu fermentasi yang dianjurkan untuk kakao lindak adalah 5 hari.Pembalikan Untuk mendapatkan hasil kakao fermentasi yang baik, dilakukan pembalikan biji kakao setelah 48 jam (2hari) fermentasi. Pembalikan hanya dilakukan satu kali untuk menjaga suhu fermentnsi.

 

  1. Pemeraman Buah

Pemeraman buah bertujuan untuk membantu pembentukan citarasa dan aroma kakao. Disamping itu juga mempermudah proses

fermentasi karena pemeraman akan menyebabkan pulp lebih mudah terlepas dari biji kakao. Waktu pemeraman berkisarantara 6 – 9 hari.

 

  1. MetodaPrafermentasi

Pemetikan buah kakao dilakukan dengan menggunakan pisau, untuk buah yang tinggi menggunakan bambu panjang yang diujungnya diberi pisau. Buah kakao yang baru dipetik disimpan di tempat terbuka selama 6 – 9hari (pemeraman). Pemecahan buah dilakukan dengan menggunakan kayu bulat, dihindari menggunakan pisau/paranguntuk mencegah biji berwarna hitam. FermentasiBiji kakao dimasukkan ke dalam kotak fermentasi dan ditutup dengan menggunakan plastik atau karung goni. Fermentasi dilakukan selama 5 hari dengan pembalikan 1 kali setelah 48 jam fermentasi. Akhir waktu fermentasi ditandai dengan 1), biji berwarna coklat dan agak kering serta aroma cuka yang menonjol, 2). Iapisan lendir di permukaan biji mudah terkelupas dan 3). Penampang bi ji nampak berongga, berwarna coklat dan warna ungu sudah hilang.

 

  1. Perendaman dan Pencucian

Perendaman dan pencucian tidak mutlak dilakukan tergantung permintaan dari eksportir. Biji kakao yang sudah difermentasi direndam selama 2 – 3 jam dan dicuci secara hati-hati (ringan). Pencucian bertujuan untuk menghentikan proses fermentasi, mempercepat proses pengeringan dan memperbaiki kenampakan biji.

 

  1. Pengeringan

Setelah dicuci, biji ditiriskan dan dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan dengan bantuan matahari atau menggunakan alat pengering (mekanis). Pengeringan bertujuan untuk mengunakan air yang tertinggal di dalam biji pasca fermentasi dan mendapatkan kakao dengan kadar air 6 – 7% (SNI 2003). Pengeringan dengan bantuan matahari menggunakan lantai jemur atau terpal dengan ketebalan lapisan biji 3 – 5 cm, hindari kontak dengan tanah. Pembalikan dilakukan 1-2 jam, waktu pengeringan tergantung cuaca sekitar 7 – 14 hnri. Sedangkan pengeringan dengan alat pengering tergantung kapasitas alat dan bahan bakar yang digunakan.

 

  1. Sortasi dan Pengemasan

Biji kakao yang sudah kering disortasi dari kotoran-kotoran dan dikelompokkan sesuai dengan mutunya. Kemudian dikemas dengan menggunakan karung plastik (polietilen). Penyimpanan Biji kakao dapat disimpan sementara menunggu scat pemasaran. Penyimpanan dianjurkan tidak melebihi 3 bulan. Biji dikemas dalam karung plastik dan disimpan pada tempat yang tidak lembab, cukup ventilasi, bersih dan tidak berbau yang kurang sedap. Tumpukan karung yang berisi biji dialas dengan menggunakan kayu dengan jarak sekitar 10 cm dari permukaan lantai.

 

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Makalah Budidaya Jambu Mente

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

1.  PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Jambu mente (Annacardium occidentale L.) merupakan tanaman yang serba guna. disamping sebagai sumber pendapatan masyarakat, juga sangat cocok digunakan dalam konservasi lahan keritis dan gersang, sehingga tanaman jambu mente ini banyak didapatkan di daerah kering dan di kawasan bekas tambang (Anonim, 2005).

Pertanian modern merupakan struktur dari perekonomian global, dimana pengalihan bahan pangan dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian tidak lagi ditentukan oleh kebutuhan petani dalam memproleh tukaran bahan atau barang untuk memenuhi kebutuhan pokoknya akan tetapi ditentukan oleh kekuatan pasar.

Tanaman jambu mente sangat prospektif untuk di kembangkan di Indonesia, karena memiliki daya adaptasi yang sangat luas terhadap faktor lingkungan. Tanaman jambu mente tahan terhadap kekeringan dan dapat tumbuh serta menghasilkan buah walaupun ditanam di daerah yang kering dan tandus (gersang).

Tanaman ini sudah cukup lama dikenal di Indonesia, tetapi tanaman ini belum di budidayakan secara intensif. Padahal hasil utama tanaman ini, yaitu kacang mente yang merupakan salah satu jenis makanan ringan yang banyak digemari serta merupakan rasa penyedap rasa produk-produk, seperti es krim dan coklat batangan. buah semunya pun dapat dimanfaatkan sebagai bahan olahan.

Menurut Nunung ( 2000), penggunaan lahan kering untuk perkebunan dengan teknik konservasi tanah dan air sebagai komponen pokok sistem pengolahannya, jenis tanaman yang dikembangkan adalah tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, mempunyai prospek pasar dan pemasaran yang baik serta dapat mempertinggi nilai gizi masyarakat.

Tanaman jambu mente mendapatkan prioritas utama dalam pengembangan di lahan kering adalah, karena tanaman ini tergolong tanaman yang muda menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan sehingga tanaman ini sangat dianjurkan untuk di budidayakan.

Berdasarkan uraian di atas, maka disusunlah makalah ini dengan judul budidaya tanaman jambu mente.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Bertujuan untuk mempelajari dan mengatahui cara budidaya tanaman jambu mente yang baik dan memberikan keuntungan bagi para petani

Diharapkan nantinya dapat menjadi bahan informasih bagi petani yang ingin melakukan usaha budidaya jambu mente.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tanaman Jambu mente

Tanaman jambu mente bukan tanaman asli Indonesia. beberapa ahli botani berpendapat bahwa tanaman jambu mente ini berasal dari Amerika Selatan., tanaman ini tumbuh secara alamiah di lembah sungai Amazon di Brazil bagaian Timur laut. dari Negara asalnya ini, tanaman jambu mente menyebar ke seluruh penjuru dunia terutama di negara-negara Sub tropis dan iklim tropis termasuk di Indonesia. (Bambang Cahyono, 2005).

2.2    Botani Tanaman Jambu Mente

Menurut Bambang Cahyono (2005), taksonomi tanaman jambu mente secara lengkap adalah sebagai berikut :

Divisi                  : Spermatophyta.

Subdivisi            : Angiospermae.

Kelas                  : Dicotyledoneae.

Ordo                   : Sapindales

Famili                 : Ancardiaceae

Genus                 : Anacardium

Spechies             : Annacardium occidentale L

2.3    Morfologi Jambu Mente

2.3.1  Akar

Tanaman jambu mente memiliki aakar tunggang dan akar serabut. akar tunggang menembus tanah menuju pusat bumi sampai pada kedalaman 5 m lebih sedangkan akar-akar serabut tumbuh menyebar dalam tanah secara horizontal (Pitojo, 2005).

2.3.2   Batang

Batang tanaman jambu mente merupakan batang sejati, berkayu dan keras. batang tanaman bercabang dan memiliki banyak ranting sehingga dapat membentuk mahkota yang tinggi dan indah. Batang jamu mente bisa mencapai hingga 7-10 m.

2.3.3  Daun

Daun jambu mente merupakan daun tunggal. Daun jambu mente tumbuh pada cabang dan ranting secara berselang seling dan juga merupakan tempat berlangsungnya proses asimilasi, daun jambu mente berbentuk bulat panjang hingga oval dan membulat hingga merucing di ujungnya.

2.3.4  Bunga

Bunga tanaman jambu mente tumbuh pada ujung tunas atau ranting yang baru terbentuk sehingga buah muncul pada permukaan luar tajuk tanaman. Pembungaan tanaman jambu mente dapat terjadi sepanjang tahun atan dua kali dalam setahun dan itupun tergantung pada iklim. Bunga jambu mente memiliki bentuk yang beragam, misalnya berbentuk piramida dan kerucut.

2.3. 5 Buah

Buah jambu mente terdiri dari dua bagian, yaitu buah sejati dan buah semu.

2.4      Syarat Tumbuh

2.4.1  Iklim

Iklim merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, dengan demikian iklim dalam kondisi optimum selama periode pertumbuhan akan memberikan dampak yang baik pada pertumbuhan dan hasil tanaman. Menurut Adisarwanto (2003), faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap tanaman jambu mente adalah suhu, cahaya,dan curah hujan.

Suhu yang baik untuk pertumbuhan tanaman jambu mente berkisar antara 15-250C. dan suhu maksimum 35 0C, namun tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif bila di tanam pada suhu 27 0C. Curah hujan untuk budidaya tanaman jambu mente adalah pada daerah yang mempunyai jumlah curah hujan antara 1000-2000 mm/th dengan 4-6 bulan kering. Pembungaan tanaman lebih dipengaruhi oleh musim dari pada panjang hari. di kawasan yang hanya mengalami satu kali musim kemarau, pembungaan hanya terjadi satu kali yaitu pada awal musim kemarau.

 

2.4.2  Tanah

Jenis tanah lempung berpasir atau ringan pasir. yang juga memungkinkan sistem perakaran berkembang secara sempurna dan mampu menahan air sehingga tanaman tetap cukup lembab pada musim kemarau atau pada pH 6,3-7,3, Bambang cahyono, (2005).

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

3. PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

 

3.1  Permasalahan

Usaha budidaya jambu mente sangat penting untuk dibudidayakan karena seluruh bagian tanaman ini memberikan manfaat yang cukup tinggi seperti pada, kulit kacang mente yang telah diambil bijinya dapat kemudian minyaknya sebagai bahan obat-obatan, getah jambu mente dapat digunakan sebagai bahan lem dan bagian-bagian lainnya. Bagaimana cara budidaya jambu mente yang baik ?

3.2  Pembahasan

Menurut Nunung (2000), usaha budidaya tanaman jambu mente yang harus perhatikan adalah bibit. Penanaman bibit bisa beraal dari benih yang tumbuh dari biji yang ditanam langsung atau yang telah disemaikan sebelumnya, setelah bibit tersebut sudah siap, maka langkah yang harus diperhatikan adalah  sebagai berikut 1.     Persiapan lahan

Tanah dan lahan yang akan digunakan untuk menanam jambu mente harus disiapkan  sebulan bibit siap ditanam. Untuk tanaman tandus dan tidak menggunakan tanaman sela, jarak tanam adalah 5 x 5 m, kalau menggunakan tanaman sela jarak tanamny 7 x7 m. Kemudian selanjutnya, membuat lubang tanam yang ukuran 30 x 30 x 30 x cm dan biarkan selam 1 minggu setelah itu tanh bagian atas dicampur dengan pupuk kandang dengan ukuran perbandingan 1 : 1  kemudian dimasukkan kembali kedalam tanah yang biarkan sampai penanaman siap untuk dilakukan

1)            Waktu tanam

Untuk bibit yang berasal dari persemaian, pembungkus bibit yang berupa plastik, kaleng dan lain-lainya dilepas pada saat sebelum penanaman. setelah bibit dimasukkan kedalam lubang yang sudah disiapkan .

2)            Pemeliharaan

Setelah bibit sudah ditanam, maka hal perlu diperhatikan adalah pemeliharaan. Pemeliharaan dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada saat umur 2-4 tahun tanaman jambu mente biasanya berada pada tahapan masa kritis, maka sejak tanaman sudah ditanam pada umur tersebut membutuhkan perawatan yang intensif. ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan tanaman jambu mente sebagai berikut :

a.      Penyiangan dan Penggemburan Tanah

Tanah disekitar jambu mente perlu disiangi yang bertujuan untuk memberantas tumbuh-tumbuhan yang mengganggu pertumbuhan tanaman yang diusahakan supaya tidak terjadi persaingan dalam hal penggunaan unsur hara.

b.      Penyulaman dan Penjarangan

Apabila ada tanaman yang mati atau tanaman yang pertumbuhannya sangat lambat perlu dilakukan penyulaman yang bertujuan untuk mempertahankan jumlah popilasi pohon yang sesuai dengan yang diinginkan. Penyulaman hanya dapat dilakukan sebelum tanaman jambu mete lainyang tumbuh normal berumur 3 tahun karena setelah melebihi umur tersebut pertumbuhan tanaman sulaman mengalami kemunduran.

Penjarangan dilakukan untuk mengurangi jumlah populasi tanaman yang juga bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktifitas yang tinggi, Penjarangan dilakukan pada umur tanaman 2-3 bulan.

  1. Pemupukan

Tanaman jambu mente mampu tumbuh dan menghasilkan buah pada tanah kritis tanpa pemupukan, namunmemproleh tingkat pertumbuhan dan produksi buah yang memuaskan tanaman ini memerlukan pupuk sebagai sumber unsur hara yang akan diserap oleh akar tanaman .

  1. Pengairan

Bibit tanaman muda yang baru ditanam atau dipindahkan ke tempat persemaian sangat membutuhkan air. akan tetapi tanaman jambu mente tidak bisa jika ada genangan air  pada areal penanaman.

  1. Pemangkasan

Untuk membentuk cabang yang bagus dan tajuk yang luas perlu dilakukan pemangkasan . Pemangkasan ada dua jenis : 1). Pemangkasan bentuk yaitu pemangkasan yang dilakukan selama tanaman berupa bibit, dengan cara menghilangkan tunas-tunas samping sehingga batang utama tumbuh tegak. 2). Pemangkasan pemeliharaan yaitu pemangkasan setelah tanaman berproduksi yang bertujuan untuk menghilangkan cabang dan ranting yang kering atau yang sudah mati.

  1. Panen

Tanaman jambu mete biasanya berbuah pada umur 3-5 tahun, tetapi produksinya belum memuaskan. Pada saat tanaman sudah mencapai umur 8-10 tahun produksinya sudah sangat memuaskan dan akan terus berbuah lebat setiap tahunnya sampai berumur lebih dari 25 tahun dan akan mengalami penurunan produksi pada umur 30 tahun.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Bahwa budidaya tanaman jambu mente memiliki potensi untuk dibudidayakan karena memiliki nilai jual yang cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani serta menjadi konservasi tanah dan air.

5.2  Saran

Disarankan agar dilakukan praktek tentang budidaya jambu mente dengan pemberian pupuk organik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2005. Teknik Budidaya Jambu Mente. Lokakarya, Bandung.

 

Adi Sarwanto, 2003. Meningkatkan Produksi Kacang-Kacangan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Cahyono B, 2005. Manfaat Jambu Mente. Tarat, Baandung.

Nunug, 2000. Budidaya Jambu Mente. Bina Aksarah, Jakarta.

Pitojo, 2005. Konserfasi lahan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Samsoeri, 2003. Usaha Budidya Pepaya. Kanisius, Yogyakarta.

Soewito, 1990. Bercocok Tanam Pepaya. Penebar Swadaya, Yakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BUDIDAYA JAMBU MENTE

 

MAKALAH

 

O L E H :

 

MISDA AMIRI

09 445 002

 

 

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

P A L U

2010 M./1432 H.

 

 

BUDIDAYA JAMBU MENTE

 

MAKALAH

 

 

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Mengikuti Mata Kuliah Metode Ilmiah

 

 

O L E H :

 

MISDA AMIRI

09 445 002

 

 

 

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ALKHAIRAAT

P A L U

2010 M./1432 H.

UCAPAN TERIMA KASIH

ﻢﻴﺤﺭﻠﺍﻥﻣﺤﺭﻠﺍﷲﺍﻢﺴﺑ

 

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada atas junjungan kita Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya sekalian.

Makalah ini berjudul “ Budidaya Jambu Mente” yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan mata kuliah pada Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Alkhairaat Palu.

 

 

 

 

 

 

 

Penyusun

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI                                                                                                          iv

1.

 

 

2.

 

 

 

 

3

 

 

4.

 

 

 

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang   ………………………………………………………………..…

1.2  Tujuan dan Kegunaan  ……………………………………………………….…

TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Tinjauan Umum Tanaman Jambu Mente.………..…..……………

2.2    Botani Tanaman Jambu Mente………………..……….…….…….

2.3    Morfologi Tanaman Jambu Mente..………..……..……..…………

2.4    Syarat Tumbuh…………………………………………………….

PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

3.1  Hasil  ………………………………………………………………

3.2  Pembahasan   ……………………………………………………..

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1    Kesimpulan  ………………………………………………………

5.2    Saran ……………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA

 

1

2

3

3

3

4

6

8

9

 9

 

 

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Makalah Tape

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah hirobbil alamin,atas rahmat Allah SWTpertama-tama marilah kita panjatkan puja serta puji kepada-NYA yang telah memperkenankan kami menyusun makalah ini.Shalawat serta salam semoga allah curah limpahkan kepada jungjunan kami Baginda tercinta Rosululah SAW.

Dalam karya ilmiah ini akan dibahas tentang pengertian bioteknologi fermentasi tradisional, yaitu : dalam pembuatan tape ketan. Selain itu juga akan dibahas tentang proses pembuatan tape ketan. Karya ilmiah ini ditujukan untuk salah satu syarat mengikuti ujian praktek biologi, dan ujian akhir sekolah.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Untuk itu, saran dan sumbangan ide yang bersifat membangundan dapat meningkatkan mutu karya ilmiah ini di masa yang akan datang.

Penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu dan yang telah memberi dorongan khususnya kepada guru pelajaran bioloogi, dan kepada narasumber yang telah memberikan pengetahuannya kepada penyusun.

Singaparna, 29 maret 2010

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata pengantar

Daftar isi

Bab I : Pendahuluan………………………………………………………………1

1.1. latar belakang………………………………………………………………………1

1.2. tujuan penelitian…………………………………………………………………..1

1.3. manfaat penelitian………………………………………………………………..1

Bab II : Tinjauan pustaka…………………………………………………………2

2.1. pengertian bioteknologi………………………………………………………….2

2.2. pengertian tape ketan……………………………………………………………2

Bab III : Metode penelitian……………………………………………………….3

3.1. alat dan bahan……………………………………………………………………..3

3.2. cara kerja…………………………………………………………………………….3

Bab IV : Pembahasan………………………………………………………………4

Bab V : Penutup…………………………………………………………………….5

5.1. kesimpulan…………………………………………………………………………..5

5.2. saran……………………………………………………………………………………5

Daftar pustaka

Lampiran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang

Biologi merupakan suatu ilmu yang berdekatan dengan kehidupan kita sehari-hari dan biologi merupakan suatu penghubung dari semua ilmu alam dan juga sebagai ilmu yang mempertemukan ilmu alam dengan ilmu sosial.

Salah satu pokok pembahasan di dalam ilmu biologi adalah Pengantar bioteknologi. Dimana bioteknologi disini dibagi ke dalam bioteknologi modern dan bioteknologi konvensional. Salah satu contoh bioteknologi konvensional adalah pembuatan Tape. Dimana dalam pembuatan tape beralngsung proses fermentasi. Tape dibuat tidak hanya sehari langsung jadi, tetapi diperlukan waktu berhari-hari untuk proses fermentasinya.

Karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat ujian praktek mata pelajaran biologi. Selain itu juga, penyusunan karya ilmiah ini untuk melatih siswa-siwi peserta didik dalam membuat suatu laporan karya ilmiah.

1.2. Tujuan penelitian

Adapun tujuan-tujuan dilaksanakannya penelitian bioteknologi fermentasi ini, diantaranya :

1. untuk mengetahui proses pembuatan tape

2. untuk mengetahui proses terjadinya fermentasi

3. untuk mengembangkan bioteknologi tradisional

4. untuk memenuhi salah satu syarat ujian praktek

1.3. Manfaat penelitian

Dalam karya ilmiah ini didapat beberapa manfaat, baik bagi penyusun ataupun bagi pembaca, diantaranya : kita bisa mengetahui bagaimana proses pembuatan dan proses fermentasi asam laktat pada tape. Selain itu juga, penelitian ini bermanfaat untuk melatih siswa kelas XII dalam menyusun karya ilmiah, apalagi siswa yang akan melanjutkan kejengjang pendidikan yang lebih tinggi lagi. Dan kitapun dapat belajar bagaimana mengembangkan bioteknologi yang bersifat tradisional ataupun modern.

-1 –

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian bioteknologi

Bioteknologi berasal dari kata latin yaitu bio (hidup), teknos (teknologi = penerapan) dan logos (ilmu). Bioteknologi adalah cabang biologi yang mempelajari pemanfaatan prinsip ilmiah dan rekayasa terhadap organisme, proses biologis untuk meningkatkan potensi organisme maupun menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan manusia.bisa diartikan juga,Bioteknologi adalah penggunaan biokimia, mikrobiologi, dan rekayas genetika secara terpadu untuk menghasilkan barang atau lainnya bagi kepentingan manusia.

Bioteknologi dibagi ke dalam 2 bagian, yaitu bioteknologi modern dan bioteknologi konvensional. Salah satu contoh dari bioeknologi konvensional adalah pembuatan tape ini. Dan salah satu contoh dari bioteknologi modern adalah rekayasa genetika.

Ciri-ciri utama bioteknologi adalah adnya benda biologi berupa benda mikro organisme tumbuhan atau hewan, adanya pendayagunaan secara teknologi dan industri, dan produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian.

Generasi pertama adalah bioteknologi sederhana yaitu penggunaan mikroba yang masih secara tradisional dalam produksi makanan dan tanaman ataupun pengawetan makanan, sebagai contoh yaitu pembuatan tempe, tape, cuka, dan lain-lain. Generasi kedua adalah proses berlangsung dalam keadaan tidak steril, sebagai contoh pembuatan kompos dan produksi bahan kimia. Generasi ketiga adalah proses dalam keadaan tidak steril, sebagai contoh produkasi antibiotic dan hormon. Generasi keempat adalah generasi bioteknologi baru, sebagai contoh produksi insulin.

2.2. Pengertian tape ketan

Tape merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, terutama orang sunda. Tape ini dibuat dengan cara difermentasikan selama 2-3 hari, dengan bantuan bakteri saccharomyces cerivisiae. Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera.

Fermentasi yang terjadi yaitu perubahan pati menjadi gula, dan oleh ragi gula dirubah menjadi alcohol, sehingga ketan menjadi lunak, berair, manis, dan berbau alcohol.proses fermentasi tersebut adalah:

2(C6H10O5)n + nH2O —-> n C12H22O11

Amilum/patiamilase matosa

C12H22O11 + H2O —-> 2C6H12O6

Maltosa maltase glukosa

C6H12O6 —-> 2C2H5OH + CO2
glukosa alcohol

– 2 –

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Alat dan bahan

Bahan :

1. beras ketan ½ kg

2. ragi ½ sendok makan

3. gula pasir 1 sendok

4. daun katuk 10 lembar

5. air

alat :

1. toples mini

2. cempeh

3. bakul

3.2. cara kerja

1. beras ketan dimasukan ke dalam bakul dan dicuci dengan air daun katup sampai bersih, dan setelah itu tiriskan

2. bersihkan toples, cempeh, sampai bersih kemudian tiriskan

3. setelah ditiriskan, beras ketan dinanak sampai matang, dan dinginkan di cempeh sampai nasi ketan tersebut benar-benar dingin.

4. bubukan ragi sampai menjadi serbuk

5. setelah dingin, nasi ketan tadi taburi dengan serbuk ragi dan gula pasir secara merata (hindari pemberian ragi dalam keadaan nasi ketan panas)

6. setelah merata, masukan nasi ketan tersebut ke dalam toples atau dibungkus dengan daun pisang

7. simpan selama 2 hari

8. tape ketan siap disajikan

-3 –

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Pembahasan

Setelah melakukan penelitian selama 3 hari tentang pembuatan tape ketan, kami dapat membahas bagaimana tape ketan dibuat, memaparkan faktor-faktor yang terlibat dalam pembuatan ataupun dalam proses fermentasi tape. Tape ketan ini merupakan suatau bioteknologi yang dikategorikan ke dalam bioteknologi tradisional /konvensional.

Hasil dari tape yang kami coba ternyata ketan tersebut menjadi terasa manis dan agak terasa bau alkohol,setelah kami meneliti dan membaca dari berbagai sumber ternyata pada tape ketan itu terjadi proses fermentasi yang menyebabkan ketan menjadi bau alkohol dan terasa manis.

Adapun reaksi yang terjadi dalam proses fermentasi tape yaitu :

2(C6H10O5)n + nH2O —-> n C12H22O11

Amilum/patiamilase matosa

C12H22O11 + H2O —-> 2C6H12O6

Maltosa maltase glukosa

C6H12O6 —-> 2C2H5OH + CO2
glukosa alcohol

Bahan baku dari pembuatan tape adalah beras ketan atau bisa digunakan juga umbi kayu (singkong).Tape ketan dibuat dengan proses fermentasi yang dibantu oleh ragi atau (bakteri saccharomyces cerivisiae) bakteri ini dapat merubah karbohidrat menjadi alkohol, dan karbon dioksida.

Dalam fermentasi tape ketan terlibat beberapa mikro organisme yang disebut dengan mikrobia perombak pati menjdi gula yang menjadikan tape pada awal fermentasi terasa manis.yang menyebabkan tape ketan berubah menjadi alkohol karena adanya bakteri actobakter aceti (mengubah alcohol menjadi asam asetat).

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan pembuatan tape ketan ini dapat berlangsung tidak sempurna salah satu penyebabnya adalah peralatan yang kurang higienis dan ragi yang sudah lama (sudah kadaluarsa).dan dapat disebabkan juga oleh pencucian beras atau singkong yang tidak bersih sehingga fermentasi tdak sempurna.pada penelitian ini pula kelompok kami belum sempurna dikarenakan nasi ketan yang kami buat masih belum matang.Tapi,tape tersebut masih bisa di konsumsi dan masih terasa manis.

Pembuatan tape ini berlangsung selama dua sampai tiga hari,dalam kurun tiga hari itu tape masih bisa masih bisa dimakan karena tape belum berubah menjadi alcohol,tapi jika tape sudah lebih dari tiga hari tape tidak bisa dimakan(dikonsumsi) karena sudah berubah menjadi alcohol selain itu juga tape tersebut sudah membusuk.

-4 –

BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian, ternyata kami dapat menyimpulkan bahwa fermentasi yang terjadi pada tape ketan ataupun tape singkong terjadi selama 2-3 hari. Selain itu juga, dalam proses pembuatan tape ini ada hal-hal yang harus diperhatikan supaya proses fermentasi tersebut berlangsung secara sempurna. Hal tersebut adalah harus bersihnya peralatan yang digunakan. Selain itu juga, harus menggunakan ragi yang berkualitas.

5.2. Saran

Saran yang dapat penyusun sampaikan untuk praktikum-praktikum selanjutnya yaitu diharapkan kepada praktikan selanjutnya agar lebih memperhatikan bagaimana pembuatan tape tersebut supaya pembuatan tape tersebut berlangsung sempurna. Dan yang ke dua para siswa diharapkan agar dapat mengetahui proses pembuatan tape dan dapat mengaplikasikannya dalam lingkungan masyarakat sekitar.

 

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Makalah Termodinamika

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

BAB I

 

PENDAHULUAN

 

  1. A.   Latar Belakang

 

Termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang secara spesifik membahas tentang hubungan antara energi panas dengan kerja. Energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, baik secara  alami maupun hasil rekayasa teknologi. Selain itu energi di   alam   semesta   bersifat   kekal,   tidak   dapat   dibangkitkan   atau dihilangkan,  yang  terjadi  adalah  perubahan  energi  dari  satu  bentuk menjadi bentuk lain tanpa ada pengurangan atau penambahan. Hal ini erat hubungannya dengan hukum – hukum dasar pada termodinamika. Dalam makalah ini kami akan membahas tentang hukum 3 termodinamika dan tentang sistem tenaga uap rankine.

Efek magnetokalorik di pakai untuk menurunkan temperatur senyawa paramagnetikhingga sekitar 0.001 K. Secara prinsip, temperatur yang lebih rendah lagi dapat dicapai dengan menerapkan efek magnetokalorik berulang-ulang. Jadi setelah penaikan medan magnetik semula secara isoterm, penurunan medan magnetik secara adiabat dapat dipakai untuk menyiapkan sejumlah besar bahan pada temperatur Tᶠ¹, yang dapat dipakai sebagai tandon kalor untuk menaikan tandon kalor secara isoterm ynag berikutnya dari sejumlah bahan yang lebih sedikit dari bahan semula. Penurunan medan magnetik secara adiabat yang kedua dapat menghasilkan temperatur yang lebih rendah lagi, Tᶠ², dan seterusnya. Maka akn tibul pertanyaan apakah efek magnetokalorik dapat dipakai untuk mendinginkan zat hingga mencapai nol mutlak.

Pecobaan menunjukan bahwa sifat dasar semua proses pendinginan adalah bahwa semakin rendah temperatur yang dicapai, semakin sulit menurunkannya.hal yang sama berlaku juga untuk efek magnetokalorik.dengan persyaratan demikian, penurunan medan secara adiabat yang tak trhingga banyaknya diperlukan untuk mencapai temperatur nol mutlak.

Rankine Cycle kadang-kadang dikenal sebagai suatu Daur Carnot praktis ketika suatu turbin efisien digunakan, T diagram akan mulai untuk menyerupai Daur Carnot. Perbedaan yang utama adalah bahwa suatu pompa digunakan untuk memberi tekanan cairan sebagai penganti gas. Ini memerlukan sekitar 100 kali lebih sedikit energy dibanding yang memampatkan suatu gas di dalam suatu penekan ( seperti di Daur Carnot)

  1. B.   Rumusan Masalah

 

Maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Apa pengertian dan aplikasi hukum ketiga termodinamika ?
  2. Apa dan bagaimana proses siklus Rankine terjadi?
  1. C.   Tujuan

Penulisan Makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :

  1. Memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca tentang Hukum 3 Termodinamika.
  2. Memberikan penjelasan tentang hal – hal dasar yang sering dilupakan dalam Thermodinamika.
  3. Memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang siklus Rankine.

BAB II

 

PEMBAHASAN

 

 

  1. A.   HUKUM III TERMODINAMIKA

 

Efek magnetokalorik di pakai untuk menurunkan temperatur senyawa paramagnetikhingga sekitar 0.001 K. Secara prinsip, temperatur yang lebih rendah lagi dapat dicapai dengan menerapkan efek magnetokalorik berulang-ulang. Jadi setelah penaikan medan magnetik semula secara isoterm, penurunan medan magnetik secara adiabat dapat dipakai untuk menyiapkan sejumlah besar bahan pada temperatur Tᶠ¹, yang dapat dipakai sebagai tandon kalor untuk menaikan tandon kalor secara isoterm ynag berikutnya dari sejumlah bahan yang lebih sedikit dari bahan semula. Penurunan medan magnetik secara adiabat yang kedua dapat menghasilkan temperatur yang lebih rendah lagi, Tᶠ², dan seterusnya. Maka akan timbul pertanyaan apakah efek magnetokalorik dapat dipakai untuk mendinginkan zat hingga mencapai nol mutlak.

 

Pecobaan menunjukan bahwa sifat dasar semua proses pendinginan adalah bahwa semakin rendah temperatur yang dicapai, semakin sulit menurunkannya.hal yang sama berlaku juga untuk efek magnetokalorik.dengan persyaratan demikian, penurunan medan secara adiabat yang tak trhingga banyaknya diperlukan untuk mencapai temperatur nol mutlak. Perampatan dari pengalaman dapat dinyatakan sebagai berikut :

Temperatur nol mutlak tidak dapat dicapai dengan sederetan prosesyang banyaknya terhingga.Ini dikenal sebagi ketercapaian temperatur nol mutlak atau ketaktercapaian hukum ketiga termodinamika. Pernyataan lain dari hukum ketiga termodinamika adalahhasil percobaan yang menuju ke perhitungan bahwa bagaimana ΔSberlaku ketika T mendekati nol. ΔST ialah perubahan entropi sistem terkondensasi ketika berlangsung proses isoterm terbuktikan. Percobaansangat memperkuat bahwa ketika T menurun, ΔSberkurang jika sistem itu zat cair atau zat padat. Jadi prinsip berikut dapat di terima:

Perubahan entropi yang berkaitan dengan proses-terbalikan-isotermis-suatu sistem-terkondensasi mendekati nol ketika temperaturnya mendekati nol.

Pernyataan tersebut merupakan hukum ketiga termodinamika menurut Nernst-Simon. Nernst menyatakan bahwa perubahan entropi yang menyertai tiap proses reversibel, isotermik dari suatu sistem terkondensasi mendekati nol. Perubahan yang dinyatakan di atas dapat berupa reaksi kimia, perubahan status fisik, atau secara umum tiap perubahan yang dalam prinsip dapat dilakukan secara reversibel.

Hal ini dikenal sebagai hukun Nernst, yang secara matematika dinyatakan sebagai :

Kemudian, Pada tahun 1911, Planck membuat suatu hipotesis è Pada  suhu T à 0, bukan hanya beda entropi yg = 0, tetapi entropi setiap zat padat atau cair dalam keseimbangan dakhir pada suhu nol.

Dapat ditunjukkan secara eksperimen, bahwa bila suhunya mendekati  0 K, perubahan entropi transisi St menurun.

Persamaan diatas dikenal sebagai hukum ketiga termodinamika.
Hukum ketiga termodinamika terkait dengan temperatur nol absolut. Hukum ini menyatakan bahwa pada saat suatu sistem mencapai temperatur nol absolut, semua proses akan berhenti dan entropi sistem akan mendekati nilai minimum. Hukum ini juga menyatakan bahwa entropi benda berstruktur kristal sempurna pada temperatur nol absolut bernilai nol.

Hukum ketiga termodinamika menyatakan bahwa perubahan entropi St yang berkaitan dengan perubahan kimia atau perubahan fisika bahan murni pada T = 0 K bernilai nol.

Secara intuitif hukum ketiga dapat dipahami dari fakta bahwa pergerakan ionik atau molekular maupun atomik yang menentukan derajat ketidakteraturan dan dengan demikian juga besarnya entropi, sama sekali berhenti pada 0 K. Dengan mengingat hal ini, tidak akan ada perubahan derajat ketidakteraturan dalam perubahan fisika atau kimia dan oleh karena itu tidak akan ada perubahan entropi.

  1. B.   APLIKASI  HUKUM KETIGA TERMODINAMIKA


Hukum ketiga termodinamika memungkinkan perhitungan perhitungan entropi absolut dari zat murni pada tiap temperatur dari panas jenis dan panaa transisi. Sebagai contoh, suatu benda padat pada temperatur T, akan memeiliki entropi yang akan dinyatakan oleh :

Suatu benda cair, sebaliknya mempunyai entropi yang dinyatakan oleh :

Penerapan yang mencakup gas menjadi :

Besaran-besaran yang diperlukan untuk evaluasi numerik entropi mencakup panas jenis. Pengukuran panas jenis zat padat di sekitar titik nol absolut menunjukan bahwa :

Karena  untuk zat padat,maka Debye dan Einstein menurunkan persamaan berikut untuk panaa jenis zat pasdat :

Dimana a adalah karakteristik yang berbeda untuk setiap zat. Bila suatu zat sederhana dipanaskan pada tekanan konstan, pertambahan entropi dinyatakan oleh :

Bila persamaan tersebut di integrasikan di antara titik nol absolutdengan temperatur T dimana s =0 hasilnya adalah :

 

  1. C.   KONSEKUENSI SELANJUTNYA DARI HUKUM TIGA TERMODINAMIKA

 

Konsekuensi dari hukum ketiga termodinamika dijabarkan di bawah ini.

Untuk suatu proses temperatur konstan dekat 0ºK,perubahan entropi dinyatakan oleh :

Karena  = 0 pada T = 0 dari hukumtermodinamika ketiga, persamaan menghasilkan :

Tetapi  dari persamaan Maxwell. Jadi persamaan menjadi :

Hasil diatas sesuai dengan kenyataan eksperimental. Sebagai contoh, buffington dan Latimer menemukan bahwa koefisien ekspansi dari beberapa zat padat kristalin mendekati nol.

Konsekuensi terakhir dari hukum ketiga termodinamika adalah tidak dapat diperolehnya titik nol absolut. Ditinjau suatu bidang penelitian pada temperatur rendah, kenyataan eksperimental menunjukan bahwa temperatur yang di peroleh oleh tiap proses demagenetisasi adaibatik dari temperatur awalnya adalah setengah temperatur awal proses bersangkutan. Jadi makin rendah temperatur yang dicapai, makin kurang kemungkinannya untuk didinginkan lebih rendah.

Dengan kata lain diperlukan proses demagnetisasi adiabatik yag tak terbatas jumlahnya untuk mencapai titik nol absolut.

  1. D.   SIKLUS RANKINE

 

  1. 1.  PENGERTIAN SIKLUS RANKINE

 

Siklus Rankine adalah siklus termodinamika yang mengubah panas menjadi kerja. Panas disuplai secara eksternal pada aliran tertutup, yang biasanya menggunakan air sebagai fluida yang bergerak. Siklus ini menghasilkan 80% dari seluruh energi listrik yang dihasilkan di seluruh dunia. Siklus ini dinamai untuk mengenang ilmuwan Skotlandia, William John Maqcuorn Rankine.

 

Siklus Rankine adalah model operasi mesin uap panas yang secara umum ditemukan di pembangkit listrik. Sumber panas yang utama untuk siklus Rankine adalah batu bara, gas alam, minyak bumi, nuklir, dan panas matahari. Siklus Rankine kadang-kadang dikenal sebagai suatu Daur Carnot praktis ketika suatu turbin efisien digunakan, T diagram akan mulai untuk menyerupai Daur Carnot. Perbedaan yang utama adalah bahwa suatu pompa digunakan untuk memberi tekanan cairan sebagai penganti gas. Ini memerlukan sekitar 100 kali lebih sedikit energy dibanding yang memampatkan suatu gas di dalam suatu penekan ( seperti di Daur Carnot). suatu siklus thermodynamic mengkonversi panas ke dalam pekerjaan. Panas disediakan secara eksternal bagi suatu pengulangan tertutup, yang pada umumnya menggunakan air sebagai cairan. Siklus ini menghasilkan sekitar 80% dari semua tenaga listrik yang digunakan.

Fluida pada Siklus Rankine mengikuti aliran tertutup dan digunakan secara konstan. Berbagai jenis fluida dapat digunakan pada siklus ini, namun air dipilih karena berbagai karakteristik fisika dan kimia, seperti tidak beracun, terdapat dalam jumlah besar, dan murah.

Dalam siklus Rankine ideal, pompa dan turbin adalah isentropic, yang berarti pompa dan turbin tidak menghasilkan entropi dan memaksimalkan output kerja. Dalam siklus Rankine yang sebenarnya, kompresi oleh pompa dan ekspansi dalam turbin tidak isentropic. Dengan kata lain, proses ini tidak bolak-balik dan entropi meningkat selama proses. Hal ini meningkatkan tenaga yang dibutuhkan oleh pompa dan mengurangi energi yang dihasilkan oleh turbin. Secara khusus, efisiensi turbin akan dibatasi oleh terbentuknya titik-titik air selama ekspansi ke turbin akibat kondensasi. Titik-titik air ini menyerang turbin, menyebabkan erosi dan korosi, mengurangi usia turbin dan efisiensi turbin. Cara termudah dalam menangani hal ini adalah dengan memanaskannya pada temperatur yang sangat tinggi.

Efisiensi termodinamika bisa didapatkan dengan meningkatkan temperatur input dari siklus. Terdapat beberapa cara dalam meningkatkan efisiensi siklus Rankine.

Siklus Rankine dengan pemanasan ulang. Dalam siklus ini, dua turbin bekerja secara bergantian. Yang pertama menerima uap dari boiler pada tekanan tinggi. Setelah uap melalui turbin pertama, uap akan masuk ke boiler dan dipanaskan ulang sebelum memasuki turbin kedua, yang bertekanan lebih rendah. Manfaat yang bisa didapatkan diantaranya mencegah uap berkondensasi selama ekspansi yang bisa mengakibatkan kerusakan turbin, dan meningkatkan efisiensi turbin.

Siklus Rankine regeneratif

Konsepnya hampir sama seperti konsep pemanasan ulang. Yang membedakannya adalah uap yang telah melewati turbin kedua dan kondenser akan bercampur dengan sebagian uap yang belum melewati turbin kedua. Pencampuran terjadi dalam tekanan yang sama dan mengakibatkan pencampuran temperatur. Hal ini akan mengefisiensikan pemanasan primer.

  1. 2.      PROSES SIKLUS RANKINE

Siklus Rankine adalah suatu mesin kalori dengan uap air menggerakkan siklus. Cairan Aktip yang umum adalah air. Siklus terdiri dari empat proses, setiap siklus mengubah keadaan fluida (tekanan dan/atau wujud).

  • Proses 1: Fluida dipompa dari bertekanan rendah ke tekanan tinggi dalam bentuk cair. Proses ini membutuhkan sedikit input energi.
  • Proses 2: Fluida cair bertekanan tinggi masuk ke boiler di mana fluida dipanaskan hingga menjad uap pada tekanan konstan menjadi uap jenuh.
  • Proses 3: Uap jenuh bergerak menuju turbin, menghasilkan energi listrik. Hal ini mengurangi temperatur dan tekanan uap, dan mungkin sedikit kondensasi juga terjadi.
  • Proses 4: Uap basah memasuki kondenser di mana uap diembunkan dalam tekanan dan temperatur tetap hingga menjadi cairan jenuh.

Pekerjaan Keluaran siklus ( Turbin uap), W1 dan masukan pekerjaan kepada siklus (Pompa), W2 adalah:

W1 = m (h1-h2)

W2 = m (h4-h3)

di mana m adalah aliran massa siklus . Panas menyediakan kepada siklus ( ketel uap), Q1 Dan Panas menolak dari siklus ( pemadat), Q2 adalah:

Q1 = m (h1-h4)  
Q2 = m (h2-h3)

kerja keluaran siklus adalah:

W = W1 - W2

Turbine:

– Energi dalam  pada tekanan uap tinggi  bekerja

– Tekanan menurunkan Pboiler ke Pcondenser

 

Condensor:

-memadatkan uap air.

-Tekananya tetap.

– Ciptakan ruang hampa atau tekanan rendah pada Pcondenser

– Cairan keluar sebagai SATURATED LIQUID

Pompa ( Feedwater Pompa):

– Tekanan uap air meningkat dari Pcondenser ke Pboiler

– Konsumsi tenaga.

Ketel uap (boiler)

– energi Masuk ke tekanan tinggi memberi air untuk uap air

– tekanan konstat pada tekanan tinggi, Pboiler

Efisiensi yang yang digunakan untuk panas suatu Daur Rankine adalah:
 

BAB II

 

PENUTUP

 

  1. A.   Kesimpulan

 

Hukum ketiga termodinamika terkait dengan temperatur nol absolut. Hukum ini menyatakan bahwa pada saat suatu sistem mencapai temperatur nol absolut, semua proses akan berhenti dan entropi sistem akan mendekati nilai minimum. Hukum ini juga menyatakan bahwa entropi benda berstruktur kristal sempurna pada temperatur nol absolut bernilai nol.

Aplikasi: Kebanyakan logam bisa menjadi superkonduktor pada suhu sangat rendah, karena tidak banyak keacakan gerakan kinetik dalam skala molekular yang menggangu aliran elektron.

Siklus Rankine adalah siklus termodinamika yang mengubah panas menjadi kerja.

Terdapat 4 proses dalam siklus Rankine, setiap siklus mengubah keadaan fluida (tekanan dan/atau wujud).

Proses 1: Fluida dipompa dari bertekanan rendah ke tekanan tinggi dalam bentuk cair. Proses ini membutuhkan sedikit input energi.

Proses 2: Fluida cair bertekanan tinggi masuk ke boiler di mana fluida dipanaskan hingga menjad uap pada tekanan konstan menjadi uap jenuh.

Proses 3: Uap jenuh bergerak menuju turbin, menghasilkan energi listrik. Hal ini mengurangi temperatur dan tekanan uap, dan mungkin sedikit kondensasi juga terjadi.

Proses 4: Uap basah memasuki kondenser di mana uap diembunkan dalam tekanan dan temperatur tetap hingga menjadi cairan jenuh.

  1. B.   Saran

 

Penulis dapat menambahkan lagi materi (menambahkan rumusan masalah)

agar pengetahuan pembaca menjadi lebih luas

Penulis juga dapat memperbanyak lagi sumber / referensi, agar makalah yang akan dibuat lebih lengkap lagi.

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Peranan Media Tumbuh Tanaman

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

PERNANAN MEDIA TUMBUH TANAMAN

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.

Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama. Di Asia Tenggara, misalnya, sejak tahun 1940 menggunakan media tanam berupa pecahan batu bata, arang, sabut kelapa, kulit kelapa, atau batang pakis. Bahan-bahan tersebut juga tidak hanya digunakan secara tunggal, tetapi bisa dikombinasikan antara bahan satu dengan lainnya.
Misalnya, pakis dan arang dicampur dengan perbandingan tertentu hingga menjadi media tanam baru. Pakis juga bisa dicampur dengan pecahan batu bata.

Untuk mendapatkan media tanam yang baik dan sesuai dengan jenis tanaman yang akan ditanam, seorang hobiis harus memiliki pemahaman mengenai karakteristik media tanam yang mungkin berbeda-beda dari setiap jenisnya. 8erdasarkan jenis bahan penyusunnya, media tanam dibedakan menjadi bahan organik dan anorganik.

A. Bahan Organik
Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan bahan organik sudah mampu menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Selain itu, bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi.

Bahan organik akan mengalami proses pelapukan atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Melalui proses tersebut, akan dihasilkan karbondioksida (CO2), air(H2O), dan mineral. Mineral yang dihasilkan merupakan sumber unsur hara yang dapat diserap tanaman sebagai zat makanan. Namun, proses dekomposisi yang terlalu cepat dapat memicu kemunculan bibit penyakit. Untuk menghindarinya, media tanam harus sering diganti. Oleh karena itu, penambahan unsur hara sebaiknya harus tetap diberikan sebelum bahan media tanam tersebut mengalami dekomposisi.

8eberapa jenis bahan organik yang dapat dijadikan sebagai media tanam di antaranya arang, cacahan pakis, kompos, mosS, sabut kelapa, pupuk kandang, dan humus.
1. Arang
Arang bisa berasal dari kayu atau batok kelapa. Media tanam ini sangat coeok digunakan untuk tanaman anggrek di daerah dengan kelembapan tinggi. Hal itu dikarenakan arang kurang mampu mengikat air dalam )umlah banyak. Keunikan dari media jenis arang adalah sifatnya yang bufer (penyangga). Dengan demikian, jika terjadi kekeliruan dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam pupuk bisa segera dinetralisir dan diadaptasikan.

Selain itu, bahan media ini juga tidak mudah lapuk sehingga sulit ditumbuhi jamur atau eendawan yang dapat merugikan tanaman. Namun, media arang eenderung miskin akan unsur hara. Oleh karenanya, ke dalam media tanam ini perlu disuplai unsur hara berupa aplikasi pemupukan.

Sebelum digunakan sebagai media tanam, idealnya arang dipeeah menjadi potongan-potongan keeil terlebih dahulu sehingga memudahkan dalam penempatan di dalam pot. Ukuran peeahan arang ini sangat bergantung pada wadah yang digunakan untuk menanam serta jenis tanaman yang akan ditanam. Untuk mengisi wadah yang memiliki diameter 15 em atau lebih, umumnya digunakan peeahan arang yang berukuran panjang 3 em, lebar 2-3 em, dengan ketebalan 2-3 em. Untuk wadah (pot) yang lebih keeil, ukuran peeahan arang juga harus lebih kecil.

2. Batang Pakis
Berdasarkan warnanya, batang pakis dibedakan menjadi 2, yaitu batang pakis hitam dan batang pakis coklat. Dari kedua jenis tersebut, batang pakis hitam lebih umum digunakan sebagai media tanam. Batang pakis hitam berasal dari tanaman pakis yang sudah tua sehingga lebih kering. Selain itu, batang pakis ini pun mudah dibentuk menjadi potongan kecil dan dikenal sebagai cacahan pakis.

Selain dalam bentuk cacahan, batang pakis juga banyak dijual sebagai media tanam siap pakai dalam bentuk lempengan persegi empat. Umumnya, bentuk lempengan pakis digunakan sebagai media tanam anggrek. Kelemahan dari lempengan batang pakis ini adalah sering dihuni oleh semut atau binatang-binatang kecillainnya.

Karakteristik yang menjadi keunggulan media batang pakis lebih dikarenakan sifat-sifatnya yang mudah mengikat air, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta bertekstur lunak sehingga mudah ditembus oleh akar tanaman.

3. Kompos
Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, daun, rumput, dan sampah kota. Kelebihan dari penggunaan kompos sebagai media tanam adalah sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik, kimiawi, maupun biologis. Selain itu, kompos juga menjadi fasilitator dalam penyerapan unsur nitrogen (N) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.

Kandungan bahan organik yang tinggi dalam kompos sangat penting untuk memperbaiki kondisi tanah. Berdasarkan hal tersebut dikenal 2 peranan kompos yakni soil conditioner dan soil ameliorator. Soil ( ondotioner yaitu peranan kompos dalam memperbaiki struktur tanah, terutama tanah kering, sedangkan soil ameliorator berfungsi dalam Il1emperbaiki kemampuan tukar kation pada tanah.

Kompos yang baik untuk digunakan sebagai media tanam yaitu Ydng telah mengalami pelapukan secara sempurna, ditandai dengan I IL,rubahan warna dari bahan pembentuknya (hitam kecokelatan), tidak berbau, memiliki kadar air yang rendah, dan memiliki suhu ruang.

4. Moss
Moss yang dijadikan sebagai media tanam berasal dari akar paku-pakuan, atau kadaka yang banyak dijumpai di hutan-hutan. Moss sering digunakan sebagai media tanam untuk masa penyemaian sampai dengan masa pembungaan. Media ini mempunyai banyak rongga sehingga memungkinkan akar tanaman tumbuh dan berkembang dengan leluasa.

Menurut sifatnya, media moss mampu mengikat air dengan baik serta memiliki sistem drainase dan aerasi yang lancar. Untuk hasil tanaman yang optimal, sebaiknya moss dikombinasikan dengan media tanam organik lainnya, seperti kulit kayu, tanah gambut, atau daun-daunan kering.

S. Pupuk kandang
Pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan disebut sebagai pupuk kandang. Kandungan unsur haranya yang lengkap seperti natrium (N), fosfor (P), dan kalium (K) membuat pupuk kandang cocok untuk dijadikan sebagai media tanam. Unsur-unsur tersebut penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu, pupuk kandang memiliki kandungan mikroorganisme yang diyakini mampu merombak bahan organik yang sulit dicerna tanaman menjadi komponen yang lebih mudah untuk diserap oleh tanaman.

Komposisi kandungan unsur hara pupuk kandang sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis hewan, umur hewan, keadaan hewan, jenis makanan, bahan hamparan yang dipakai, perlakuan, serta penyimpanan sebelum diaplikasikan sebagai media tanam.

Pupuk kandang yang akan digunakan sebagai media tanam harus yang sudah matang dan steril. Hal itu ditandai dengan warna pupuk yang hitam pekat. Pemilihan pupuk kandang yang sudah matang bertujuan untuk mencegah munculnya bakteri atau cendawan yang dapat merusak tanaman.

6. Sabut kelapa (coco peat)
Sabut kelapa atau coco peat merupakan bahan organik alternatif yang dapat digunakan sebagai media tanam. Sabut kelapa untuk media tanam ,I ‘iJdiknya berasal dari buah kelapa tua karena memiliki serat yang kuat.

Penggunaan sabut kelapa sebagai media tanam sebaiknya dilakukan di daerah yang bercurah hujan rendah. Air hujan yang berlebihan dapat menyebabkan media tanam ini mudah lapuk. Selain itu, tanaman pun menjadi cepat membusuk sehingga bisa menjadi sumber penyakit. Untuk mengatasi pembusukan, sabut kelapa perlu direndam terlebih dahulu di dalam larutan fungisida. Jika dibandingkan dengan media lain, pemberian fungisida pada media sabut kelapa harus lebih sering dilakukan karena
sifatya yang cepat lapuk sehingga mudah ditumbuhi jamur.

Kelebihan sabut kelapa sebagai media tanam lebih dikarenakan karakteristiknya yang mampu mengikat dan menyimpan air dengan
kuat, sesuai untuk daerah panas, dan mengandung unsur-unsur hara esensial, seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), kalium (K), natrium (N), dan fosfor (P).

7. Sekam padi
Sekam padi adalah kulit biji padi (Oryza sativa) yang sudah digiling. Sekam padi yang biasa digunakan bisa berupa sekam bakar atau sekam mentah (tidak dibakar). Sekam bakar dan sekam mentah memiliki tingkat porositas yang sama. Sebagai media tanam, keduanya berperan penting dalam perbaikan struktur tanah sehingga sistem aerasi dan drainase di media tanam menjadi lebih baik.
Penggunaan sekam bakar untuk media tanam tidak perlu disterilisasi lagi karena mikroba patogen telah mati selama proses pembakaran. Selain itu, sekam bakar juga memiliki kandungan karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur, Namun, sekam bakar cenderung mudah lapuk.

Sementara kelebihan sekam mentah sebagai media tanam yaitu mudah mengikat air, tidak mudah lapuk, merupakan sumber kalium (K) yang dibutuhkan tanaman, dan tidak mudah menggumpal atau memadat sehingga akar tanaman dapat tumbuh dengan sempurna. Namun, sekam padi mentah cenderung miskin akan unsur hara.

 

 
8. Humus
Humus adalah segala macam hasil pelapukan bahan organik oleh Jasad mikro dan merupakan sumber energi jasad mikro tersebut. Bahanbahan organik tersebut bisa berupa jaringan asli tubuh tumbuhan atau binatang mati yang belum lapuk. Biasanya, humus berwarna gelap dan ciijumpai terutama pada lapisan atas tanah (top soil)

Humus sangat membantu dalam proses penggemburan tanah. dan memiliki kemampuan daya tukar ion yang tinggi sehingga bisa
menyimpan unsur hara. Oleh karenanya, dapat menunjang kesuburan tanah, Namun, media tanam ini mudah ditumbuhi jamur, terlebih ketika tl’rjadi perubahan suhu, kelembapan, dan aerasi yang ekstrim. Humus Juga memiliki tingkat porousitas yang rendah sehingga akar tanaman tidak mampu menyerap air, Dengan demikian, sebaiknya penggunaan humus sebagai media tanam perlu ditambahkan media lain yang memiliki porousitas tinggi, misalnya tanah dan pasir.

B. Bahan Anorganik

Bahan anorganik adalah bahan dengan kandungan unsur mineral tinggi yang berasal dari proses pelapukan batuan induk di dalam bumi. Proses pelapukan tersebut diakibatkan o/eh berbagai hal, yaitu pelapukan secara fisik, biologi-mekanik, dan kimiawi.
Berdasarkan bentuk dan ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan batuan induk dapat digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-batuan (berukuran lebih dari 2 mm), pasir (berukuran 50 /-1- 2 mm), debu (berukuran 2-50u), dan tanah liat (berukuran kurang dari 2ju. Selain itu, bahan anorganik juga bisa berasal dari bahan-bahan sintetis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam yaitu gel, pasir, kerikil, pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit, dan perlit.

1. Gel
Gel atau hidrogel adalah kristal-kristal polimer yang sering digunakan sebagai media tanam bagi tanaman hidroponik. Penggunaan media jenis ini sangat praktis dan efisien karena tidak perlu repot-repot untuk mengganti dengan yang baru, menyiram, atau memupuk. Selain itu, media tanam ini juga memiliki keanekaragaman warna sehingga pemilihannya dapat disesuaikan dengan selera dan warna tanaman. Oleh karenanya, hal tersebut akan menciptakan keindahan dan keasrian tanaman hias yang diletakkan di ruang tamu atau ruang kerja.

Hampir semua jenis tanaman hias indoor bisa ditanam dalam media ini, misalnya philodendron dan anthurium. Namun, gel tidak eaeak untuk tanaman hias berakar keras, seperti adenium atau tanaman hias bonsai. Hal itu bukan dikarenakan ketidakmampuan gel dalam memasok kebutuhan air, tetapi lebih dikarenakan pertumbuhan akar tanaman yang mengeras sehingga bisa membuat vas pecah. Sebagian besar nursery lebih memilih gel sebagai pengganti tanah untuk pengangkutan tanaman dalam jarak jauh. Tujuannya agar kelembapan tanaman tetap terjaga.

Keunggulan lain dari gel yaitu tetap cantik meskipun bersanding dengan media lain. Di Jepang gel digunakan sebagai komponen terarium bersama dengan pasir. Gel yang berwarna-warni dapat memberi kesan hidup pada taman miniatur tersebut.

2. Pasir
Pasir sering digunakan sebagai media tanam alternatif untuk menggantikan fungsi tanah. Sejauh ini, pasir dianggap memadai dan sesuai jika digunakan sebagai media untuk penyemaian benih, pertumbuhan bibit tanaman, dan perakaran setek batang tanaman. Sifatnya yang cepat kering akan memudahkan proses pengangkatan bibit tanaman yang dianggap sudah cukup umur untuk dipindahkan ke media lain. Sementara bobot pasir yang cukup berat akan mempermudah tegaknya setek batang. Selain itu, keunggulan media tanam pasir adalah kemudahan dalam penggunaan dan dapat meningkatkan sistem aerasi serta drainase media tanam. Pasir malang dan pasir bangunan merupakan Jenis pasir yang sering digunakan sebagai media tanam.

Oleh karena memiliki pori-pori berukuran besar (pori-pori makro) maka pasir menjadi mudah basah dan cepat kering oleh proses penguapan. Kohesi dan konsistensi (ketahanan terhadap proses :o::misahan) pasir sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau ~’lgin. Dengan demikian, media pasir lebih membutuhkan pengairan dan ::emupukan yang lebih intensif. Hal tersebut yang menyebabkan pasir jarang digunakan sebagai media tanam secara tunggal.

Penggunaan pasir seoagai media tanam sering dikombinasikan dengan campuran bahan anorganik lain, seperti kerikil, batu-batuan, atau bahan organik yang disesuaikan dengan jenis tanaman.

Pasir pantai atau semua pasir yang berasal dari daerah yang
bersersalinitas tinggi merupakan jenis pasir yang harus dihindari untuk :gunakan sebagai media tanam, kendati pasir tersebut sudah dicuci :erlebih dahulu. Kadar garam yang tinggi pada media tanam dapat ,enyebabkan tanaman menjadi merana. Selain itu, organ-organ tanaman, seperti akar dan daun, juga memperlihatkan gejala terbakar yang selanjutnya mengakibatkan kematian jaringan (nekrosis).

3. Kerikil

Pada dasarnya, penggunaaan kerikil sebagai media tanam memang :idakjauh berbeda dengan pasir. Hanya saja, kerikil memiliki pori-pori makro lebih banyak daripada pasir. Kerikil sering digunakan sebagai media untuk budi daya tanaman secara hidroponik. Penggunaan media ini akan membantu peredaran larutan unsur hara dan udara serta pada prinsipnya tidak menekan pertumbuhan akar. Namun, kerikil memiliki kemampuan mengikat air yang relatif rendah sehingga mudah basah dan cepat kering jika penyiraman tidak dilakukan secara rutin.

Seiring kemajuan teknologi, saat ini banyak dijumpai kerikil sintesis. Sifat kerikil sintesis cenderung menyerupai batu apung, yakni memiliki rongga-rongga udara sehingga memiliki bobot yang ringan. Kelebihan kerikil sintesis dibandingkan dengan kerikil biasa adalah kemampuannya yang cukup baik dalam menyerap air. Selain itu, sistem drainase yang dihasilkan juga baik sehingga tetap dapat mempertahankan kelembapan dan sirkulasi udara dalam media tanam.
4. Pecahan batu bata
Pecahan batu bata juga dapat dijadikan alternatif sebagai media tanam. Seperti halnya bahan anorganik lainnya, media jenis ini juga berfungsi untuk melekatkan akar. Sebaiknya, ukuran batu-bata yang akan digunakan sebagai media tanam dibuat keeil, seperti kerikil, dengan ukuran sekitar 2-3 em. Semakin keeil ukurannya, kemampuan daya serap batu bata terhadap air maupun unsur hara akan semakin balk. Selain itu, ukuran yang semakin keeil juga akan membuat sirkulasi udara dan kelembapan di sekitar akar tanaman berlangsung lebih baik.

Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan media tanam
ini adalah kondisinya yang miskin hara. Selain itu, kebersihan dan kesterilan pecahan batu bata yang belum tentu terjamin. Oleh karena itu, penggunaan media ini perlu ditambahkan dengan pupuk kandang yang komposisi haranya disesuaikan dengan kebutuhan tanaman.

Walaupun miskin unsur hara, media pecahan batu bata tidak mudah melapuk. Dengan demikian, pecahan batu bata cocok digunakan sebagai media tanam di dasar pot karena memiliki kemampuan drainase dan aerasi yang baik. Tanaman yang sering menggunakan pecahan batu bata sebagai media dasar pot adalah anggrek.

5. Spons (floralfoam)
Para hobiis yang berkecimpung dalam budi daya tanaman hias sudah sering memanfaatkan spans sebagai media tanam anorganik. Dilihat dari sifatnya, spans sangat ringan sehingga mudah dipindah-pindahkan dan ditempatkan di mana saja. Walaupun ringan, media jenis ini tidak membutuhkan pemberat karena setelah direndam atau disiram air akan menjadi berat dengan sendirinya sehingga dapat menegakkan tanaman.

Kelebihan lain dari media tanam spans adalah tingginya daya serap
terhadap air dan unsur hara esensial yang biasanya diberikan dalam bentuk larutan. Namun, penggunaannya tidak tahan lama karena bahannya mudah hancur. Oleh karena itu, jika spans sudah terlihat tidak layak pakai (mudah hancur ketika dipegang), sebaiknya segera diganti dengan yang baru. Berdasarkan kelebihan dan kekurangannya tersebut, spans sering digunakan sebagai media tanam untuk tanaman hias bunga potong (cutting flower) yang penggunaannya eenderung hanya sementara waktu saja.

6. Tanah liat
Tanah liat merupakan jenis tanah yang bertekstur paling halus dan lengket atau berlumpur. Karakteristik dari tanah liat adalah memiliki poripori berukuran keeil (pori-pori mikro) yang lebih banyak daripada pori-pori yang berukuran besar (pori-pori makro) sehingga memiliki kemampuan mengikat air yang eukup kuat. Pori-pori mikro adalah pori-pori halus yang berisi air kapiler atau udara. Sementara pori-pori makro adalah pori-pori kasar yang berisi udara atau air gravitasi yang mudah hilang. Ruang dari setiap pori-pori mikro berukuran sangat sempit sehingga menyebabkan sirkulasi air atau udara menjadi lamban.

Pada dasarnya, tanah liat bersifat miskin unsur hara sehingga perlu dikombinasikan dengan bahan-bahan lain yang kaya akan unsur hara. Penggunaan tanah liat yang dikombinasikan dengan bahan-bahan lain seperti pasir dan humus sangat cocok dijadikan sebagai media penyemaian, eangkok, dan bonsai.

7. Vermikulit dan perlit
Vermikulit adalah media anorganik steril yang dihasilkan dari
pemananasan kepingan-kepingan mika serta mengandung potasium dan H’,lum. Berdasarkan sifatnya, vermikulit merupakan media tanam yang memiliki kemampuan kapasitas tukar kation yang tinggi, terutama dalam keadaan padat dan pada saat basah. Vermikulit dapat menurunkan berat jenis, dan meningkatkan daya serap air jika digunakan sebagai campuran media tanaman. Jika digunakan sebagai campuran media tanam,

vermikulit dapat menurunkan berat jenis dan meningkatkan daya absorpsi air sehingga bisa dengan mudah diserap oleh akar tanaman.

Berbeda dengan vermikulit, perlit merupakan produk mineral berbobot ringan serta memiliki kapasitas tukar kation dan daya serap air yang rendah. Sebagai campuran media tanam, fungsi perlit sama dengan Vermikulit, yakni menurunkan berat jenis dan meningkatkan daya serap air.

Penggunaan vermikulit dan perlit sebagai media tanam sebaiknya dikombinasikan dengan bahan organik untuk mengoptimalkan tanaman dalam menyerap unsur-unsur hara.

8. Gabus (styrofoam)
Styrofoam merupakan bahan anorganik yang terbuat dari kopolimer
styren yang dapat dijadikan sebagai alternatif media tanam. Mulanya, styrofoam hanya digunakan sebagai media aklimatisasi (penyesuaian diri) bagi tanaman sebelum ditanam di lahan. Proses aklimatisasi tersebut hanya bersifat sementara. Styrofoam yang digunakan berbentuk kubus jengan ukuran (1 x 1 x 1) cm.

Sekarang, beberapa nursery menggunakan styrofoam sebagai campuran media tanam untuk meningkatkan porousitas media tanam. Jntuk keperluan ini, styrofoam yang digunakan dalam bentuk yang sudah dihancurkan sehingga menjadi bola-bola kecil, berukuran sebesar biji kedelai. Penambahan styrofoam ke dalam media tanam membuatnya
mennjadi riangan. Namun, media tanam sering dijadikan sarang oleh semut.

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Neraca Massa dan Energi

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

Neraca Massa dan Energi adalah dua konsep dari Chemical Engineering Tools yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan di bidang teknik kimia.  Seringkali konsep keduanya dijumpai dalam evaluasi efisiensi suatu proses yang sudah ada maupun perancangan suatu proses atau desain suatu alat.  Materi kuliah Neraca Massa dan Energi (NME)  di sini diperuntukkan untuk mahasiswa D3 teknik kimia, tetapi tidak tertutup bagi siapapun yang ingin belajar NME khususnya kasus NME steady state. Keberhasilan penguasaan neraca massa dan energi ini dapat dicapai tidak hanya dengan membaca tetapi dengan banyak mengerjakan soal latihan sampai selesai, lebih tepatnya learning by doing.  Belajar berkelompok sangat disarankan sehingga tercipta diskusi saat belajar. Pengalaman belajar menjadi sangat penting agar  kompetensi dapat diraih. Berikut materi kuliah NME D3. Semoga bermanfaat dan selamat belajar .

Neraca Massa adalah cabang keilmuan yang mempelajari kesetimbangan massa dalam sebuah sistem. Dalam neraca massa, sistem adalah sesuatu yang diamati atau dikaji. Neraca massa adalah konsekuensi logis dari Hukum Kekekalan Massa yang menyebutkan bahwa di alam ini jumlah total massa adalah kekal; tidak dapat dimusnahkan ataupun diciptakan. Contoh dari pemanfaatan neraca massa adalah untuk merancang reaktor kimia, menganalisa berbagai alternatif proses produksi bahan kimia, dan untuk memodelkan pendispersian polusi.

 

 

 

 

 

 

KAJIAN POTENSI PEMBENTUKAN GAS METANA DAN NERACA MASSA KARBON PADA KOLAM ANAEROBIK INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB

ABSTRAK Hasil Penelitian
Oleh
Cicin Dewi Rosalin, S.T.P.
Dr. Eng. Udin Hasanudin, M.T.
Dr.Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si.

Air limbah industri karet mengandung bahan organik yang cukup tinggi seperti senyawa karbon, nitrogen, dan fosfor serta memiliki nilai kebutuhan oksigen kimia (COD) sebesar 3000-5000 mg/l yang dapat berpotensi mencemari lingkungan. Pada umumnya penanganan limbah cair industri karet remah menggunakan kolam anaerobik dan kolam fakultatif. Sistem kolam anaerobik merupakan salah satu pengolahan air limbah yang di dalamnya terjadi degradasi bahan-bahan organik tanpa adanya oksigen bebas yang menghasilkan gas metana dan karbondioksida. Gas metana yang dihasilkan oleh bakteri metanogenik dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif (bahan bakar) sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan menganalisis potensi pembentukan gas metana berdasarkan nilai COD dan neraca massa karbon pada kolam anaerobik IPAL industri pengolahan karet remah.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskripsi. Penelitian dilakukan di lapangan dan diambil sampel berupa limbah cair karet yang berasal dari inlet dan outlet kolam anaerobik IPAL PTPN VII Unit Usaha Way Berulu. Pengamatan yang dilakukan antara lain T-COD, pengukuran volume gas, konsentrasi gas metana dan neraca massa karbon.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Potensi pembentukan gas metana pada kolam anaerobik 1 IPAL industri karet remah PTPN VII Unit Usaha Way Berulu sangat kecil, pada inlet sebesar 0% dan outlet sebesar 0,46 % sehingga gas metana yang dihasilkan tidak dapat dimanfaatkan menjadi energi alternatif (bahan bakar). Berdasarkan neraca massa karbon PTPN VII Unit Usaha Way Berulu karbon yang terkandung dalam air limbah cukup rendah yaitu sebesar 0,615705 ton/hari, karbon yang dikonversikan menjadi gas hanya sebesar 0,3350% (gas metana 0,0463% dan 0.2887% karbondioksida) sedangkan yang terakumulasi (terendap) di dasar kolam sebesar 76,64% dan sisanya 23,02% terbawa air limbah menuju kolam berikutnya.

Sumber: http://www.tenangjaya.com/index.php/relevan-artikel/kajian-potensi-pembentukan-gas-metana-dan-neraca-massa-karbon-pada-kolam-anaerobik-instalasi-pengolahan-air-limbah-ipal-industri-karet-remah-crumb.htm

 

 

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

Pemulian Tanaman

Posted on 11 Juni 2011. Filed under: Tak Berkategori |

 

“Persilangan Alami”

 

 

  1. 1.    Alat Perkembangbiakan Pada Bunga

Dalam sebuah bunga semurna (complete flower) terdapat dua organ yang sangat penting yaitu benang sari (anther) dan putik (stigma). Anther yang menghasilkan sel kelamin jantan yang lazim disebut pollen grain dan stigma sebagai organ kelamin betina menyediakan sel telur (egg cell). Penyerbukan (polunation) dapat berlangsung bila kedua sel itu matang atau cukup untuk melaksanakan pembiakan. Penyerbukan berlangsung dengan jatuhnya pollen grain ke stigma atau dapat berlangsung akibat adanya bantuan angin, serangga atau bantuan manusia untuk menjatuhkan pollen grain itu.yang penting dalam hal ini beradanya pollen grain pada kepala stigma. Apabila pollen grain sampai jatuh dikepala stigma, pollen grain akan lengket Karena ada cairan yang menahan agar pollen grain tidak lepas. Setelah beberapa menit, maka akan terjadi perkecambahan pollen dan selanjutnya terbebas sperm cell sebgai sel kelamin jantan. Sperm cell berkembang dan kemudian terjadi pembelahan sel dengan menghasilkan 2 sperm cell dalam pollen tube. Pollen tube terus tumbuh memnjang menuju microphyle, yang akhirnya mencapai egg cell dalam embrio sac. Tak lama kemudian 1 sperm cell memfusigkan diri dengan egg cell sehingga terbentuk satu sel yang haploid. Sperm cell yang satu berfusi diri dengan 2 polar nuclei daam embrio sac membentuk jaringan yang triploid karena berasal dari 1 haploid sperm cell dan 2 haploid polar nuclei, sehigga proses ini dengan triple fusion of nuclei. Sementara pembuahan itu female gematophyte menjai matang.

 

 

  1. 2.    Proses pembentukan gamet

Proses pematangan dari female gametohyte terjadi dalam ovul yang berasal dari embrio sac mother cell yang diploid dalam nucellus. Kejadian awal dari pembentukan sel yang diploid dalam embrio sac adalah pembelahan meiosis dengan cytokinesis (pembelahan sel yang diikuti oleh pembentukan dinding) sehingga menghasilkan 2 sel yang berintikan dengan pasangan kromosom separuh dari sel tubuh atau haploid. Pembelahan meosis terjadi dengan proses reduksi kromosom karena terjadi duplikasi kromosom sebeum di mulainya pembelahan sel seperti terjadi duplikasi mitosis. Dua sel yang haploid ini berkembang terus dengan membelah diri melalui proses mitosis tanpa cytokinesis sebanyak 3 kali dengan terbentuk 8 inti. Kemudian terjadi migrasi ke masing-masing kutub dan kemudian satu setiap kutub menuju ke sentral dengan membentuk 2 polar nuclei. Tiga inti yang mendekati kepala stigma menjadi 3 sel antipodal da kutub yang berdekatan dengan microphyle satu di antara inti menjadi egg cell dan dua yang lain membentuk sinergid sebagai pasangan dari egg cell yang berfungsi sebagai pengawal.

Pollen grain terbentuk dari organ generative microspore, kemudian pollen grain membelah diri untuk membentuk tube sel sebagai sel vegetative dan sperm cell sebagai sel generative. Pembentukan sperm cell melalui pembelahan meosis menghasilkan sel yang haloid bersamaan dengan pembentukan tetrad dari microspore mother cell. Selanjutnya sperm cell mengadakan pembelahan mitosis dengan cytokinesis (cell plate formation).

Pada prinsipnya rekayasa genetic dalam persilangan hamper saja dapat memenuhi semua keinginan manusia. Karakter suatu organisme akan bergantung pada penjumlahan keseluruhan gennya. Berdasarkan itu, produk bioteknologi dapat direncanakan dan dapat pula diramaikan apa yang akan di peroleh. Pokoknya melalui persilangan ini “pesanan karakter” untuk genersi berikutnya tidaklah terlalui sulit. Namun ada beberapa hal yang rumit dan sulit dikontrol, yaitu terbatasnya kecocokkan (incompatible) sel gamet bia persilangan itu dalam hubugan kerbat yang jauh, tetapi gen itu sangat di butuhkan untuk menghasilkan karakter unggul, seperti masa juvenile yang pendek dari kecambah sampai mampu menghasilkan bunga. Dalam persilangan pollen dan stigma adalah bahan baku mutlak, Karena penelitian yang dapat memotong masa juvenile yang panjang itu mendapat sasaran yang tak kalah pentingnya dengan penelitian persilangan tadi.

Bioteknologi yang menganut prinsipbrekayasa genetic dan tissue culture (kultur jaringan) sebagai mediator untuk pencapaian tujuan breeding itu merupakan factor yamg saling terkait satu sama lain. Pemotongan masa juvenile yang dramastis sulit dilakukan dalam kondisi insitu, karena berbagai kendala dan resiko kemandulan bunga. Pembedahan saluran pollen tube yang sempit sulit dilakukan pada kondisi alamiah, terhalangnya sperm cell menuju egg cell kadangkala juga dideteksi sebagai salah satu fator incompatible dalam suatu persilangan. Di amping ketidakcocokkan ukuran celah (microphyle) dengan sperm cell atau terlalu kecilnya micropyle pada ujung stigma juga menyebabkan persilangan sulit dan mustahil berlansung, sehingga terjadi penyatuan sper cell (sperm nucleus) dan egg cell nucleus) yang akan membentuk embryo.

 

 

Kesimpulan :

 

 

Read Full Post | Make a Comment ( None so far )

« Entri Sebelumnya

Liked it here?
Why not try sites on the blogroll...